Guru dan
Kurikulum
MENGENALI kemudian memahami
“sosok” kurikulum agaknya menjadi suatu keniscayaan bagi seseorang yang
mendedikasikan dirinya menjadi praktisi pendidikan (pendidik). Mengapa? Karena
pada dasarnya pengembangan kurikulum di sekolah sangat ditentukan oleh guru.
Guru dapat turut serta menyusun kurikulum atau duduk dalam suatu panitia kurikulum
atau memberikan saran dan pendapatnya kepada panitia pengembang yang bertugas
menyusun kurikulum sekolah. Mengapa? Karena gurulah yang bersentuhan langsung
dengan proses pembelajaran di kelas. Kegiatan proses pembelajaran merupakan
kegiatan akademis dan hanya dapat dilakukan oleh profesional. Tanpa kecuali,
namun faktanya tidak sedikit guru yang belum mampu mencerminkan kedua
karakteristik tersebut. Masih ada guru yang belum memahami dan mengenali
kurikulum di sekolahnya. Kedua “sosok” ini posisinya seperti sering tidak
terhubung.
Tidak sedikit yang masuk kelas seperti biasa, tanpa
perencanaan sama sekali. Mereka beranggapan mengajar merupakan kegiatan rutin.
Kegiatan yang sudah biasa sehari-hari dilakukan, materinya sesuai yang ia ingat
“sudah di luar kepala”. Jarang
memperhatikan perbedaan dan kebutuhan siswa. Apalagi memperhatikan tingkat
kompetensi peserta didik pada saat memulai pembelajaran, karena sebelumnya
tidak memiliki rekaman ukuran hasil evaluasi kegiatan sebelumnya. Melakukan
analisis terhadap kebutuhan peserta didik, daya serap dan kemampuan yang
beragam serta kecenderungan yang personal dan unik. Tidak hanya itu, ada
beragam persoalan yang dihadapi guru Indonesia ketika mengemban profesinya.
Beberapa kesenjangan yang terjadi diantaranya bisa saja disebabkan
oleh perekrutan yang dilakukan beberapa institusi yang ‘berwenang’ mengangkat
guru. Sehingga memungkinkan terjadinya penetapan standar mutu guru yang berbeda
pula. Ada guru PNS yang diangkat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), guru yang angkat oleh Kementerian Agama (Kemenag). Selain itu
ada guru PNS diperbantukan; guru bantu, guru honor daerah, guru tidak tetap; guru tetap yayasan; guru honorer di sekolah negeri; guru bakti
sekolah SK komite sekolah; kemudian ada guru SM3T (Sarjana mendidik di daerah Terdepan,
Terluar dan Tertinggal)
Pada pembahasan berikutnya
tentang “Guru yang Baik” kita akan membahas tentang kondisi tersebut yang
banyak menjadi sorotan publik.
Kurikulum
Nasional
SAAT ini kita utamakan dulu
membahas kurikulum formal dan informal yang ada di Indonesia. Di Indonesia,
kurikulum disusun secara nasional dan berlaku untuk semua sekolah dalam
tingkatan yang sama. Misal Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
berlaku untuk semua SMP di Indonesia; demikian pula kurikulum SD, SMA, SMK, dan
sebagainya. Jadi kurikulum itu sifatnya universal berlaku umum di
sekolah-sekolah formal.
Program belajar yang ada dalam kurikulum disusun oleh suatu
tim nasional. Tim yang mengelola berbagai bahan masukan dari berbagai pihak,
disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dari berbagai pihak, disesuaikan dengan
tuntutan masyarakat yang secara resmi telah dituangkan dalam GBHN (Garis-garis
Besar Haluan Negara). Sebagai perwujudan aspirasi seluruh rakyat melalui wakil-wakilnya
di DPR/MPR. Untuk pembinaan anak-anak, aspirasinya dituangkan melalui lembaga
pendidikan formal yaitu dituangkan dalam kurikulum.
Kurikulum
Formal
Kurikulum yang kita bicarakan
di atas merupakan suatu cita-cita dalam bidang pendidikan. Cita-cita yang
berisi harapan, karena itu apa yang direncanakan dalam kurikulum yang sifatnya
resmi, pada hakikatnya merupakan cita-cita (idealisme) tentang wujud hasil
pendidikan yang ingin dicapai. Itulah kurikulum yang dipandang sebagai
kurikulum formal, atau kurikulum ideal.
Melalui penyelenggaraan pendidikan, upaya perwujudan
cita-cita itu dirumuskan dalam kurikulum resmi yang berlaku bagi seluruh
sekolah. Itu sebabnya, kurikulum sekolah di Indonesia disusun secara nasional. Dan
ini merupakan usaha yang sangat penting dalam membentuk manusia-manusia Indonesia
seperti yang dicita-citakan. Karena
itu sistem pendidikan nasional harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kurikulum resmi yang bersifat ideal akan dapat
terwujud bila dilaksanakan melalui pendidikan di sekolah, karena itu,dapat
diungkapkan bahwa pelaksanaan pendidikan di sekolah pada hakikatnya merupakan
implementasi kurikulum.
Kurikulum Informal
Seberapa besar upaya guru sangat menentukan sejauh
mana keberhasilan pelaksanaan kurikulum disekolah. Perwujudan kurikulum di
sekolah dapat dikatakan sebagai kurikulum tidak resmi (kurikulum informal) atau
kurikulum aktual.
Hal tersebut karena gurulah yang sehari-hari
melaksanakan kurikulum bersama siswa. Guru yang menentukan pokok pelajaran, urutan
pelajaran, mencari dan menentukan strategi bahan/materi, guru menentukan
metode, alat dan guru pulalah yang mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dan
mengetahui keberhasilannya.
Upaya pelaksanaan kurikulum perlu mendapat dukungan
dari berbagai pihak di antaranya kepala sekolah,pesuruh,tenaga administrasi dan
harus di tunjang pula dengan sarana maupun prasarana yang diperlukan.
Perbedaan
Antar Kurikulum Sekolah
HAL yang mesti harus kita ingat adalah bahwa guru
merupakan tenaga profesional yang melaksanakan kurikulum. Dalam konteks inilah,
realitas yang ada di lapangan sering terjadi kesenjangan pelaksanaan kurikulum.
Telah terjadi perbedaan yang mencolok pada tataran implementasi di kelas-kelas.
Hal ini akibat beberapa kemungkinan misalnya: Tipografi daerah yang tidak sama,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, latar belakang sosial, ekonomi,
kultur masyarakat yang berbeda, kecenderungan, kemampuan, minat dan bakat yang
beraneka ragam, dan ketersediaan tenaga pengajar/pendidik yang belum memadai.
Guru dalam
hubungannya dengan kurikulum mestinya dapat menjalin hubungan mesra dan
harmonis. Mengenali dan memahami kurikulum secara aktif. Membangun pola
interaksi yang saling mempercayai dengan dan antar peserta didik, mendasari
pola hubungan dengan kasih sayang, saling mengasihi dan menyayangi, peserta
didik menempatkan guru sebagai seseorang yang layak mendidiknya. Orang yang
mampu menemu-kenali kemudian menumbuhkan kembangan potensi dasar seperti: minat
dan bakat, ketekunan, kemampuan/kesanggupan menangkap petunjuk, kesempatan
untuk belajar, kualitas belajar, bahkan latar belakang kehidupan, sosial,
ekonomi, budaya peserta didik. Kondisi inilah yang akhirnya membedakan antara
satu sekolah dengan sekolah lainnya, meskipun kurikulum yang digunakan sama.
Kurikulum
sama, keadaaan dan kultur dimana sekolah berada di berbagai daerah yang sangat
bervariasi keadaannya maka dalam pelaksanaannya kurikulum aktual itu secara
tidak resmi akan berbeda. Hal
ini membutuhkan perhatian sekolah, guru, tenaga penyuluh, tenaga administrasi, serta
sarana dan prasarana yang memadai agar mencapai hasil yang sudah digariskan.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kurikulum informal
bergantung pada beberapa faktor diantaranya faktor manusiawi dan bukan
manusiawi. Dan bila dianalisis, maka faktor manusiawilah yang lebih berperan
dalam pelaksanaan kurikulum. Pada pelaksanaan kurikulum akan muncul perubahan
yang terjadi pada peserta didik suatu pengalaman belajar yang diperoleh karena
interaksi dengan lingkungan, baik bukan manusia maupun manusia. Sikap positif,
kemampuan memimpin kelompok. Walaupun hal tersebut tidak direncanakan (Hidden
Curriculum). Mengembangkan
kurikulum bukanlah kegiatan yang mudah. Semuanya mesti direncanakan secara
matang, detail dan menyeluruh, sehingga bermanfaat bagi peserta didik.
0 komentar:
Posting Komentar