1
Nyatanya
Berbeda
“Berbeda
adalah keniscayaan, yang harus kita pahami, kita terima, sebagai sesuatu yang
indah, merupakan kodrat
dan
hak asasi yang dianugerahkan Sang Pencipta”
***
“Dijadikan ia oleh Allah makhluk yang berbeda dari yang lain, yaitu
dengan jalan menghembuskan ruh Ilahi kepadanya.” (QS.Mu’minun .[23]:12-14).
**
BERBEDA merupakan realitas yang tidak bisa
kita pungkiri di di dunia ini. Berbeda yang disebabkan oleh keberagaman sebagai
bentuk pluralisme telah terjadi pada masyarakat Indonesia yang multietnik.
Pluralisme sendiri acap diartikan sebagai bentuk keberagaman atau kemajemukan.
Dalam konteks apapun pluralisme sering digunakan untuk menjelaskan
konsep-konsep yang berkaitan dengan keragaman itu sendiri. Apakah itu dalam
konteks agama maupun budaya. Secara konsep, pluralisme menuntun kita bagaimana
mengelola perbedaan secara positif. Serta mengarahkan kita untuk menghindari
ketegangan yang dapat menimbulkan konflik yang terkait dengan golongan,
kelompok, atau paham yang berbeda.
Pluralisme
adalah perbedaan yang bersifat dinamis bukan statis. Perbedaan yang dapat
membawa perubahan dalam kehidupan sosial dalam tatanan masyarakat yang dinamis.
Kehidupan masyarakat yang berbeda sekaligus dinamis namun menjadi perekat bagi
elemen-elemennya. Siapapun yang telah hidup mereka layak untuk terus hidup
walaupun berbeda. Mereka layak bahagia meskipun berbeda bahasa, agama, strata
sosial, ras, warna kulit, suku bangsa, dan budaya.
Pluralisme
atau kemajemukan suatu masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pkitang yaitu
secara horizontal dan secara vertikal. Masyarakat secara horizontal dilihat
dari kenyataan yang menunjukkan adanya satuan-satuan sosial yang keragamannya
dicirikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat atau tradisi, serta
unsur-unsur kedaerahan lainnya. Sedangkan mengelompokkan vertikal umumnya digambarkan dengan adanya
stratifikasi sosial, ekonomi, dan politik.(Boedhi Oetomo, 2013:1.24).
Keberagaman agama, budaya, ras,
bahasa, dan adat istiadat mestinya dapat menjadi investasi yang sangat berharga
bagi persatuan dan kesatuan suatu bangsa. Menonjolkan ke-bhinneka-an bersamaan dengan ke-eka-annya.
Menghindari perbedaan yang berpotensi menonjolkan persaingan antar kelompok
atau golongan. Pemerintah dan negara dituntut hadir dalam memainkan perannya
dalam memfasilitasi, mengakomodasi kepentingan elemen-elemen masyarakat yang
berbeda-beda tersebut. Memainkan perannya sebagai mediator dengan pendekatan
persuasif. Menanamkan nilai-nilai kerukunan dalam kebersamaan.
Pluralisme
masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Nasikum (1984), Pertama, karena kondisi
geografis Indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 pulau dengan luas 3 juta mil
persegi merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya atas terciptanya
pluralitas suku bangsa di Indonesia. Awalnya, ini terjadi ketika nenek moyang
bangsa Indonesia itu datang dari daerah Tiongkok Selatan kira-kira 2000 tahun
sebelum Masehi, kondisi geografis itu telah memaksa mereka untuk tinggal di
daerah yang terpisah-pisah dan terisolasi satu sama lain. Isolasi geografis inilah menyebabkan
orang-orang itu menempati setiap pulau dari kepulauan Nusantara yang kemudian
tumbuh menjadi kesatuan suku-suuku bangsa tersendiri. Sebagai suatu suku
bangsa, mereka memiliki budaya dan bahasa sendiri. Mereka juga mengembangkan
sistem kepercayaan sendiri dengan mitos di dalamnya.
Kedua,
adalah
faktor letak geografis Indonesia di antara Samudra Indonesia dan Samudra
Pasifik yang menyebabkan terciptanya pluralisme agama.
Atas hal ini pengaruh berbagai kebudayaan asing dengan mudahnya masuk ke
Indonesia melalui para pedagang atau perantau asing. Lihat saja pengaruh
kebudayaan Hindu dan Budha dari India yang masuk kira-kira abad ke-4 Masehi,
dan akhirnya berbaur dengan kebudayaan asli Indonesia. Kemudian masuk pengaruh
kebudayaan Islam pada abad ke-13 dan mencapai hegemoninya pada abad ke-15. Di
daerah-daerah dimana pengaruh Hindu dan Budha tidak begitu kuat pengaruh
Hinduisme dan Budhisme, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur terjadi
sinkritisme antara Islam, Hindu, dan Budha, termasuk dengan kepercayaan asli
yaitu animism-dinamisme. Masuknya kebudayaan Barat ditkitai dengan masuknya
orang Purtugis ke Indonesia karena kebutuhan akan rempah-rempah dari Indonesia.
Kegiatan misionaris Katolik juga ikut menyertai mereka. Ketika Belkita berhasil
mendesak orang Portugis maka pengaruh agama Kristen masuk juga ke Indonesia,
meskipun pengaruh Kristen Protestan itu hanya pada daerah-daerah yang tidak
begitu kuat dipengaruhi oleh agama-agama Katolik, Islam, Hindu dan Budha.
Inilah yang menyebabkan adanya pluralitas agama di dalam kehidupan masyarakat
Indonesia.
Hubungannya dalam kaitan itu Nasikum
(1984) menjelaskan bahwa Islam modernis terdapat di daerah-daerah yang dianggap
strategis dalam jalur perdaganggan internasional, terutama di daerah-daerah
pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Golongan Kristen (Katolik dan
Protestan) berada di daerah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Tapanuli, serta sedikit daerah Kalimantan Tengah, dimana golongan minoritas
Kristen tersebar hampir disetiap daerah perkotaan di Pulau Jawa. Sedangkan
Hindu Bali (Hindu Dharma) terdapat di Pulau Bali.
Ketiga,
perbedaan iklim dan struktur tanah juga menurut Nasikun (1984), sangat
berpengaruh terhadap terciptanya pluralitas regional Indonesia. Perbedaan curah
hujan dan kesuburan tanah sangat mempengaruhi terciptanya lingkungan ekologis
yang berbeda di Indonesia dimana di Jawa dan di Bali banyak persawahan (wet rice cultivation), sedangkan ladang
(shifting cultivation) terdapat di
luar Pulau Jawa.
Keempat,
Perbedaan lingkungan ekologis itu pula yang mempengaruhi terjadinya perbedaan
dalam sektor kependudukan, ekonomi, dan sosial-budaya antara Jawa dan Luar
Jawa. Dihubungkan dengan sikap primordialistik dan realitas majemuk masyarakat
Indonesia yang melekat pada masyarakat daerah dan kebudayaan berbagai suku
bangsa, hal ini mengundang pertanyaan mengenai bagaimana bangsa Indonesia dapat
mengantisipasi dampak dari berbagai proses transformasi agar tidak menjadi
ancaman terhadap ketahanan berbabgsa dan bernegara, dalam hal ini ancaman
terhadap ketahanan nasional?
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika hasil bukan hanya sebagai semboyan semata. Dia
hadir dan ada karena menyimpan sebuah cita-cita bangsa Indonesia yang harus
tetap diperjuangkan, diwujudkan, dijaga dan dipertahankan dengan segenap daya
dan upaya anak bangsa. Inilah realitas kemajemukan bangsa kita yang harus kita
pahami secara nyata. Semoga! [βểld@]
0 komentar:
Posting Komentar