SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

10 Pengembangan Kurikulum Di Negeri Kita

Jumat, 29 Agustus 2014 |



10
Pengembangan Kurikulum
Di Negeri Kita



Arti Pengembangan Kurikulum
TIDAK BISA disangkal lagi kurikulum memiliki peran sentral bagi seluruh proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Kurikulum merupakan alat sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum memberikan arah terhadap segala bentuk aktivitas yang ditawarkan kepada seluruh peserta didik sesuai dengan potensi belajar yang mereka miliki. Kurikulum juga merupakan jantung hati bagi penyelenggaraan tatanan kehidupan sekolah. Selain kurikulum harus sesuai dengan potensi belajar peserta didik yang beragam lagi unik, kurikulum juga harus sesuai dengan tuntutan dari perubahan dan perkembangan zaman, termasuk di dalam sains dan teknologi. Kita pasti menyadari bahwa siapa yang menguasai sains dan teknologi, akan menguasai dunia.
          Kata kurikulum dalam bahasa Yunani menggunakan istilah Currere yang berarti jarak tempuh dalam kegiatan berlari dari start hingga finish, dalam bahasa Arab istilah Manhaj yang digunakan bermakna jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupan.
          Telah dikemukakan bahwa istilah kurikulum muncul pertama  kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada saat itu kata kurikulum masih digunakan dalam bidang olah raga. Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin ”curir” yang artinya pelari, dan ”curere yang artinya ”tempat berlari”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu ”jarak” yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai dengan finish. Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang bermakna ”jalan terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan”.[1]  Kemudian pada tahun 1955 kata kurikulum muncul lagi dalam konteks yang berbeda.
          Kata kurikulum yang digunakan dalam bidang pendidikan yang artinya sejumlah mata pelajaran disekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.[2]
          Secondary School Improvement (1971) demikian judul buku J.Lloyd Trump dan Delman F.Miller mengemukakan pendapatnya bahwa kurikulum itu termasuk metode pembelajaran, cara mengevaluasi siswa dan program pembelajaran, perubahan tenaga kerja, bimbingan penyuluhan, supervisi dan administrasi, alokasi waktu, jumlah ruang dan kemungkinan memilih mata pelajaran. Bahkan Alice Miel dalam bukunya Changing The Curriculum menambahkan bahwa kurikulum itu meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, dan sikap orang-orang yang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi, dan orang lain yang memiliki hubungan dengan murid.[3]
          Nik Haryati seperti Armani Arief mengutip pendapat Nasution bahwa secara tradisional kata kurikulum diartikan “sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, atau kurikulum adalah pengajaran saja” selain itu penafsiran lain kurikulum adalah: Pertama, kurikulum sebagai produk (sebagai hasil pengembangan kurikulum) Kedua, kurikulum sebagai program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), Ketiga, kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Keempat, kurikulum dipandang sebagai pengalaman belajar.[4]
          Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. Semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Di dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, seperti berkebun, olah raga, pramuka, dan pergaulan, selain mempelajari bidang studi. Semua itu pengalaman belajar yang bermanfaat. demikian Ahmad Tafsir.[5]
          William B. Rayan* dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1996) menjelaskan bahwa kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah yang tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi seluruh kehidupan dalam kelas, jadi hubungan antara guru dan murid, metode mengajar, cara evaluasi termasuk dalam kurikulum. Demikian seperti dikutip Nasution.[6]
          Kurikulum dapat pula dimaknai sebagai segala kesiapan sekolah mengantarkan peserta didik menuju hidup yang layak. Setiap peserta didik yang hadir di sekolah telah membawa potensi dasar. Karena  setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Fitrah selain bermakna suci tanpa dosa juga berarti naluri bertauhid. Fitrah bermakna juga potensi dasar yang dinamakan gharizah.

Firman Allah swt:”(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
 (QS. Ar-Rum:30); dan

Sabda Nabi Muhammad SAW bahwa: “Setiap bayi dilahirkan atas fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi”
(HR Abu Hurairah ra)

          Hadist ini menjelaskan bahwa setiap bayi yang lahir kondisinya dalam keadaan suci tanpa dosa dan dalam keadaan tunduk kepada Allah.  Hadist ini juga menjelaskan bahwa fitrah bermakna potensi dasar (gharizah) diantaranya potensi dasar bertauhid serta minat dan bakat. Potensi dasar bertauhid merupakan saran manusia untuk mengenali Tuhannya. Mengenali  nama dan sifat-sifat-Nya, mengenali utusan-utusan-Nya, mengenali risalah-Nya, mengenali perintah dan larangan-Nya. Mengenali diri dan tujuan penciptaan-Nya. Mengenali lingkungan dan alam semesta. Memahami perannya di dunia sesuai dengan gharizah yang dimilikinya.
          Manusia belajar sesuai dengan potensi dasar yang dikenal gharizah. Gharizah, merupakan potensi dasar yang berisi insting, nafsu asli, pendorong, minat dan bakat, naluri, tabiat, perangai, kejadian laten, ciptaan dan sifat bawaan yang dimiliki dan bawa manusia sejak lahir
          Rasulullah Saw. bersabda, “Bekerjalah, maka setiap orang     dimudahkan untuk mengerjakan apa yang memang   diciptakan untuknya.”

          Potensi tersebut di atas merupakan bekal peserta didik untuk hidup. Dengan semua potensi itu mereka “layak hidup” dengan segala hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya. Orang tua, guru-sekolah, dan masyarakatlah yang memberi pengaruh yang dinamakan ‘belajar’ bagi peserta didik dalam berinteraksi, menemu-kenali dan menumbuh-kembangkan potensi untuk melakukan transpormasi diri menuju ‘hidup layak’. Hidup layak adalah hidup yang memiliki tujuan untuk hidup saat ini dan kehidupan kelak. Bagaimana peserta didik mampu mengenali dirinya, lingkungan secara khusus dan umum, alam semesta untuk pengenalan yang paling utama yaitu Sang Pencipta.
          Kurikulum secara umum didefinisikan sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk memperlancar proses belajar mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggotanya. Dengan kata lain, unsur pokok dalam kurikulum berkenaan dengan perencanaan kegiatan peserta didik, yaitu kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan selama proses pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
          Kurikulum mengandung perencanaan kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar. Kedudukan kurikulum di sini dapat di tempatkan sebagai guiding instruction, kurikulum juga harus dapat memegang peran sebagai alat anticipatory, yaitu alat yang dapat meramalkan masa depan, bukan hanya sebagai ropurtotial, yaitu sesuatu yang hanya melaporkan suatu kejadian yang telah berjalan.
          Jadi, kurikulum merupakan suatu hal yang sangat menentukan atau setidaknya dapat mengantisipasikan sesuatu yang akan terjadi. Dalam arti ini, kurikulum adalah serangkaian hasil belajar terstruktur yang diharapkan.
          Implikasi dari definisi ini mengandung makna yang lebih luas, seperti : (a) Kurikulum merupakan maksud dan rencana. Rencana itu mungkin hanya berupa rencana mental, keberadaannya secara lebih umum adalah dalam bentuk tertulis; (b) Kurikulum bukanlah aktivitas, tetapi rencana atau blue print untuk kegiatan, kata program akan digunakan untuk menunjukkan atau mengarahkan kegiatan peserta didik; (c) Kurikulum berisi berbagai maksud, misalnya hal apa yang dipelajari peserta didik untuk berkembang; (d) Kurikulum mencakup maksud-maksud formal, yang dipilih secara teliti untuk meningkatkan hasil belajar; (e) Kurikulum sebagai rangkaian maksud yang terorganisasikan dengan baik yang  berbeda (tujuan, isi, dan evaluasi); (f) Pendidikan maupun latihan keduanya menunjukkan kepada batasannya masing-masing untuk menghindari kesalahan pengertian yang terjadi.
Keenam isi kandungan definisi kurikulum di atas dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan segala aktivitas proses belajar mengajar. Banyak ahli kurikulum memikirkan dan mempertimbangkan bahwa kurikulum adalah hal yang mencakup segala aktivitas dan kejadian yang direncanakan sehingga sesuai bagi lembaga pendidikan, baik secara formal maupun informal, baik kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Menurut Larry (1989) dikatakan, bahwa kurikulum formal mencakup: Struktur organisasi yang direncanakan dan sistem penyampaian pengajaran, yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan; Rencana pengajaran (biasanya berupa aktivitas belajar mengajar, seperti laporan kegiatan belajar mengajar); Sistem evaluasi untuk menentukan tingkat pencapaian.
          Kurikulum informal terdiri atas kegiatan lain yang direncanakan, namun tidak secara langsung berhubungan dengan kelas atau mata pelajaran tertentu, misalnya pentas, drama, pramuka, kegiata olahraga dan sebagainya.
Pada umumnya ahli kurikulum memandang kegiatan pengembangan kurikulum sebagai suatu proses yang kontinyu, merupakan suatu siklus yang menyangkut beberapa kurikulum yaitu komponen tujuan, bahan kegiatan dan evaluasi proses.    Miller dan Seller menggambarkan orientasi dalam pengembangan kurikulum tersebut menyangkut tujuh pokok, yaitu: pelaku, disiplin (mata pelajaran), masyarakat, pengembangan, proses, kognitif, humanistik, dan transpersonal.


[1] Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1997. hlm 478 seperti yang dikutip  Nik Haryati Pengembangan Kurikulum PAI, Alfabeta, Bandung, 2011 hlm,2
[2]Sebagaimana dikutip dari Marvin D.Alcom and James M.Linely, Issus in Curriculum Development, (NewYork World Book Co, 1959.3
[3] Moh Amin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Jogjakarta: Diva Press, 2012. hlm 23
*(catatan: untuk nama dan tahun ada perberbedaan dengan Moh.Yamin, Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, Jogyakarta:DIVA Press, 2012, hlm22, yaitu William B.Ragan tahun 1966 sedangkan [4] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum PAI, hlm3 adalah William B.Rayan, tahun 1996
[5] Nik Haryati,...op.cit.hlm3
[6] Nik Haryati,...op.cit.hlm.4

0 komentar:

Posting Komentar