10
Pengembangan
Kurikulum
Di Negeri
Kita
Arti
Pengembangan Kurikulum
TIDAK
BISA disangkal lagi kurikulum memiliki peran sentral bagi seluruh proses
pendidikan yang terjadi di dalamnya. Kurikulum merupakan alat sekolah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum memberikan arah terhadap segala bentuk
aktivitas yang ditawarkan kepada seluruh peserta didik sesuai dengan potensi
belajar yang mereka miliki. Kurikulum juga merupakan jantung hati bagi
penyelenggaraan tatanan kehidupan sekolah. Selain kurikulum harus sesuai dengan
potensi belajar peserta didik yang beragam lagi unik, kurikulum juga harus
sesuai dengan tuntutan dari perubahan dan perkembangan zaman, termasuk di dalam
sains dan teknologi. Kita pasti menyadari bahwa siapa yang menguasai sains dan
teknologi, akan menguasai dunia.
Kata kurikulum dalam bahasa Yunani
menggunakan istilah Currere yang
berarti jarak tempuh dalam kegiatan berlari dari start hingga finish, dalam
bahasa Arab istilah Manhaj yang
digunakan bermakna jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang
kehidupan.
Telah dikemukakan bahwa istilah
kurikulum muncul pertama kalinya dalam
kamus Webster tahun 1856. Pada saat
itu kata kurikulum masih digunakan dalam bidang olah raga. Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam
Bahasa Latin ”curir” yang artinya
pelari, dan ”curere yang artinya ”tempat berlari”. Istilah kurikulum berasal
dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung
pengertian suatu ”jarak” yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start
sampai dengan finish. Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan
kata manhaj yang bermakna ”jalan
terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan”.[1]
Kemudian pada tahun 1955 kata
kurikulum muncul lagi dalam konteks yang berbeda.
Kata kurikulum yang digunakan dalam bidang pendidikan yang
artinya sejumlah mata pelajaran disekolah
atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tingkat tertentu atau ijazah.[2]
Secondary School
Improvement (1971) demikian judul
buku J.Lloyd Trump dan Delman F.Miller mengemukakan pendapatnya bahwa kurikulum
itu termasuk metode pembelajaran, cara mengevaluasi siswa dan program
pembelajaran, perubahan tenaga kerja, bimbingan penyuluhan, supervisi dan
administrasi, alokasi waktu, jumlah ruang dan kemungkinan memilih mata
pelajaran. Bahkan Alice Miel dalam bukunya Changing
The Curriculum menambahkan bahwa kurikulum itu meliputi keadaan gedung,
suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, dan sikap orang-orang yang
melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan
personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi, dan orang lain yang
memiliki hubungan dengan murid.[3]
Nik Haryati seperti Armani Arief mengutip pendapat Nasution
bahwa secara tradisional kata
kurikulum diartikan “sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, atau
kurikulum adalah pengajaran saja” selain itu penafsiran lain kurikulum adalah: Pertama, kurikulum sebagai produk
(sebagai hasil pengembangan kurikulum) Kedua,
kurikulum sebagai program (alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), Ketiga, kurikulum sebagai hal-hal yang
diharapkan akan dipelajari oleh siswa (sikap, keterampilan tertentu), dan Keempat, kurikulum dipandang sebagai
pengalaman belajar.[4]
Pandangan modern
berpendapat bahwa semua pengalaman belajar itulah kurikulum. Semua yang secara
nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Di dalam pendidikan, kegiatan
yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, seperti berkebun,
olah raga, pramuka, dan pergaulan, selain mempelajari bidang studi. Semua itu pengalaman
belajar yang bermanfaat. demikian Ahmad Tafsir.[5]
William B. Rayan* dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1996) menjelaskan bahwa kurikulum
meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah yakni segala pengalaman
anak di bawah tanggung jawab sekolah yang tidak hanya meliputi bahan pelajaran
tetapi seluruh kehidupan dalam kelas, jadi hubungan antara guru dan murid,
metode mengajar, cara evaluasi termasuk dalam kurikulum. Demikian seperti
dikutip Nasution.[6]
Kurikulum
dapat pula dimaknai sebagai segala kesiapan sekolah mengantarkan peserta didik
menuju hidup yang layak. Setiap peserta didik yang hadir di sekolah telah
membawa potensi dasar. Karena setiap
manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Fitrah selain bermakna suci tanpa dosa
juga berarti naluri bertauhid. Fitrah bermakna juga potensi dasar yang
dinamakan gharizah.
Firman Allah
swt:”(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.”
(QS. Ar-Rum:30); dan
Sabda Nabi
Muhammad SAW bahwa: “Setiap bayi dilahirkan atas fitrah, orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi”
(HR Abu Hurairah
ra)
Hadist ini menjelaskan bahwa setiap bayi
yang lahir kondisinya dalam keadaan suci tanpa dosa dan dalam keadaan tunduk
kepada Allah. Hadist ini juga
menjelaskan bahwa fitrah bermakna potensi dasar (gharizah) diantaranya
potensi dasar bertauhid serta minat dan bakat. Potensi dasar bertauhid merupakan
saran manusia untuk mengenali Tuhannya. Mengenali nama dan sifat-sifat-Nya, mengenali
utusan-utusan-Nya, mengenali risalah-Nya, mengenali perintah dan larangan-Nya.
Mengenali diri dan tujuan penciptaan-Nya. Mengenali lingkungan dan alam
semesta. Memahami perannya di dunia sesuai dengan gharizah yang dimilikinya.
Manusia
belajar sesuai dengan potensi dasar yang dikenal gharizah. Gharizah, merupakan potensi dasar yang berisi insting,
nafsu asli, pendorong, minat dan bakat, naluri, tabiat, perangai, kejadian
laten, ciptaan dan sifat bawaan yang dimiliki dan bawa manusia sejak lahir
Rasulullah Saw. bersabda, “Bekerjalah, maka setiap orang dimudahkan untuk mengerjakan apa yang memang
diciptakan untuknya.”
Potensi
tersebut di atas merupakan bekal peserta didik untuk hidup. Dengan semua
potensi itu mereka “layak hidup” dengan segala hak dan kewajiban yang melekat
pada dirinya. Orang tua, guru-sekolah, dan masyarakatlah yang memberi pengaruh
yang dinamakan ‘belajar’ bagi peserta didik dalam berinteraksi, menemu-kenali
dan menumbuh-kembangkan potensi untuk melakukan transpormasi diri menuju ‘hidup
layak’. Hidup layak adalah hidup yang memiliki tujuan untuk hidup saat ini dan
kehidupan kelak. Bagaimana peserta didik mampu mengenali dirinya, lingkungan secara
khusus dan umum, alam semesta untuk pengenalan yang paling utama yaitu Sang
Pencipta.
Kurikulum secara umum didefinisikan
sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk memperlancar proses belajar
mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggotanya. Dengan kata
lain, unsur pokok dalam kurikulum berkenaan dengan perencanaan kegiatan peserta
didik, yaitu kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan selama proses pembelajaran dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Kurikulum mengandung perencanaan
kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar. Kedudukan
kurikulum di sini dapat di tempatkan sebagai guiding instruction,
kurikulum juga harus dapat memegang peran sebagai alat anticipatory,
yaitu alat yang dapat meramalkan masa depan, bukan hanya sebagai ropurtotial,
yaitu sesuatu yang hanya melaporkan suatu kejadian yang telah berjalan.
Jadi, kurikulum merupakan suatu hal
yang sangat menentukan atau setidaknya dapat mengantisipasikan sesuatu yang
akan terjadi. Dalam arti ini, kurikulum adalah serangkaian hasil belajar terstruktur yang diharapkan.
Implikasi dari definisi ini mengandung
makna yang lebih luas, seperti : (a) Kurikulum merupakan maksud dan rencana.
Rencana itu mungkin hanya berupa rencana mental, keberadaannya secara lebih
umum adalah dalam bentuk tertulis; (b) Kurikulum bukanlah aktivitas, tetapi
rencana atau blue print untuk kegiatan, kata program akan digunakan
untuk menunjukkan atau mengarahkan kegiatan peserta didik; (c) Kurikulum berisi
berbagai maksud, misalnya hal apa yang dipelajari peserta didik untuk
berkembang; (d) Kurikulum mencakup maksud-maksud formal, yang dipilih secara
teliti untuk meningkatkan hasil belajar; (e) Kurikulum sebagai rangkaian maksud
yang terorganisasikan dengan baik yang berbeda
(tujuan, isi, dan evaluasi); (f) Pendidikan maupun latihan keduanya menunjukkan
kepada batasannya masing-masing untuk menghindari kesalahan pengertian yang
terjadi.
Keenam
isi kandungan definisi kurikulum di atas dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menentukan segala aktivitas proses belajar mengajar. Banyak ahli kurikulum
memikirkan dan mempertimbangkan bahwa kurikulum adalah hal yang mencakup segala
aktivitas dan kejadian yang direncanakan sehingga sesuai bagi lembaga
pendidikan, baik secara formal maupun informal, baik kurikuler, kokurikuler dan
ekstrakurikuler. Menurut Larry (1989) dikatakan, bahwa kurikulum formal
mencakup: Struktur organisasi yang direncanakan dan sistem penyampaian
pengajaran, yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan
pendidikan; Rencana pengajaran (biasanya berupa aktivitas belajar mengajar,
seperti laporan kegiatan belajar mengajar); Sistem evaluasi untuk menentukan
tingkat pencapaian.
Kurikulum informal terdiri atas
kegiatan lain yang direncanakan, namun tidak secara langsung berhubungan dengan
kelas atau mata pelajaran tertentu, misalnya pentas, drama, pramuka, kegiata
olahraga dan sebagainya.
Pada umumnya ahli kurikulum memandang kegiatan
pengembangan kurikulum sebagai suatu proses yang kontinyu, merupakan suatu
siklus yang menyangkut beberapa kurikulum yaitu komponen tujuan, bahan kegiatan
dan evaluasi proses. Miller dan Seller
menggambarkan orientasi dalam pengembangan kurikulum tersebut menyangkut tujuh
pokok, yaitu: pelaku, disiplin (mata pelajaran), masyarakat, pengembangan,
proses, kognitif, humanistik, dan transpersonal.
[1] Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1997. hlm 478
seperti yang dikutip Nik Haryati Pengembangan Kurikulum PAI, Alfabeta,
Bandung, 2011 hlm,2
[2]Sebagaimana dikutip dari Marvin D.Alcom and James M.Linely, Issus in
Curriculum Development, (NewYork World Book Co, 1959.3
[3] Moh Amin, Panduan Manajemen Mutu
Kurikulum Pendidikan Jogjakarta: Diva Press, 2012. hlm 23
[5] Nik Haryati,...op.cit.hlm3
[6] Nik Haryati,...op.cit.hlm.4
0 komentar:
Posting Komentar