SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

Landasan dan Prosedur Pengembangan Kurikulum Sekolah

Senin, 04 Agustus 2014 |


 
SEBAGAIMANA kita ketahui bahwa proses pengembangan kurikulum sekolah dilakukan berdasarkan landasan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Beberapa pembahasan mengenai landasan dan prosedur menurut ahli.
PERTAMA, seperti yang dikemukakan Nana Syaodih Sukmadinata[1] dalam suatu naskah, yaitu Landasan Agama, Landasan Filosofis, Landasan Psikologis, Landasan Sosial Budaya Dan Landasan Ilmu Dan Teknologi;
Landasan Agama
AGAMA memberikan pandangan dan ketentuan-ketentuan yang mendasar tentang manusia. Siapa manusia, bagaimana seharusnya manusia hidup, apa kewajibannya dalam hubungan dengan Tuhannya dan dengan sesama manusia. Bagaimana manusia dewasa mendidik generasi muda. Bagaimana manusia meningkatkan dirinya? Manusia adalah makhluk atau ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan dia harus selalu mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia wajib hanya beriman kepada Allah, sumber dari segala sumber, kekuatan dari segala kekuatan. Manusia dikarunia Allah kemampuan jasmani yang sempurna, berpikir yang tinggi, perasaan yang kuat, hati yang dalam dan nafsu kuat.
          Dengan kemampuan jasmani yang sempurna manusia dapat melakukan berbagai kegiatan, pekerjaan dan membuat berbagai benda dengan sempurna. Dengan kemampuan berpikirnya yang sangat tinggi, dia dapat mempelajari dan mengembangkan ilmu  kehidupan: sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan, pemerintahan, pertanian, kesehatan, pariwisata, pendidikan,dll.
        Dengan perasaannya yang begitu kuat manusia dapat menciptakan dan menikmati aneka keindahan: alam, benda dan alat buatan manusia, budaya, seni, pakaian, makanan, dan keindahan manusia sendiri. Dengan hatinya manusia mampu menghayati,menguasai,melaksanakan dan membedakan nilai-nilai mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang jahat.
         Manusia juga dikaruniai nafsu: dorongan, keinginan, kemauan, cita-cita. Nafsu ini dapat mengarah kepada yang baik dan tidak baik. nafsu yang baik adalah yang sesuai dan mengarah kepada ketentuan Allah, yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya, mencari ridha-Nya. Nafsu yang tidak baik adalah yang selalu mengikuti keinginannya sendiri, yang mengikuti egonya, yang menyimpang dari ketentuan Allah.
          Manusia diwajibkan untuk belajar sejak lahir sampai dengan menjelang kematiannya,atau belajar sepanjang hayat. Manusia juga diwajibkan mengembangkan kemampuan jasmani, berpikir, perasaan, hati dan mengendalikan nafsunya sesuai dengan ketentuan Allah, untuk memelihara ciptaan-Nya dan bukan merusaknya.
       Ilmu Allah itu sangat luas,dan banyak ketentuan-ketentuan dan rahasia-rahasia yang tersimpan didalamnya. Manusia wajib mempelajari, meneliti, mengungkap kalau mungkin semua ilmu Allah, menemukan ketentuan-ketentuan-Nya, mengungkap rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya dan menggunakannya untuk kemaslahatan sesama manusia,
      Pendidikan sejalan dengan dengan agama, sebab pendidikan bersifat normatif, baik tujuan, maupun cara mendidik harus didasarkan nilai-nilai yang baik. Demikian jug dengan kurikulum selalu diarahkan kepada pencapaian tujuan yang bersifat normatif. Isi atau materi kurikulum terdiri atas ilmu, pengetahuan, kemampuan yang sejalan, dengan norma. Proses pembelajaran juga menggunakan pendekatan yang selalu normatif. 
Landasan Filosofis
PERLAKUAN seseorang terhadap orang lain selalu didasari oleh pandangan-pandangan yang mendasar dari orang tersebut. Demikian halnya dengan perlakuan pendidik kepada peserta didik didasari oleh pandangan pendidik terhadap dirinya, terhadap  peserta didik dan terhadap perbuatan pendidik.
       Siapakah pendidik itu? Apakah dia manusia super yang serba tahu, yang selain menguasai dan bisa memberikan segala ilmu juga sangat berkuasa bisa berbuat kepada peserta didik sekehendak hatinya? Atau, manusia biasa yang dalam keterbatasannya, dia menguasai sesuatu, mau belajar, dan dengan dasar kasih sayang serta semangat berkorban dia membantu perkembangan peserta didik?
          Siapakah peserta didik? Jawaban atas pertanyaan siapakah pendidik, akan mewarnai jawaban atas pertanyaan siapa peserta didik. Kalau pendidik merasa dirinya sebagai manusia berkuasa dan serba hebat, maka dia akan memandang peserta didik sebagai orang lemah dan serba tidak tahu, tidak bisa, yang akan menjadi sasaran dan mungkin menjadi juga korban dari kehebatan dan kekuasaan pendidik. Hubungan yang akrab, ramah dan bersahabat dari pendidik kepada peserta didik, dalam kondisi demikian mungkin sulit btercipta, padahal situasi tersebut menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan pendidikan.
       Dalam kaitan dengan konsep pendidikan, pertanyaan awal yang muncul, mau dibawa kemana dan dijadikan apa peserta didik?  Apakah dia akan dijadikan orang yang banyak ilmunya, serba tahu, serba bisa, tetapi tipis kepedulian sosialnya? atau orang baik yang suka menentang, menerima dan mengikuti saja apa yang terjadi? atau, seorang profesional gesit dan lincah, yang pandai bernigosiasi dan mencari peluang, dan kalau perlu menempuh cara-cara yang ilegal untuk mensukseskan tujuan? Pendidikan adalah normatif, tujuan pendidikan selalu mengarah kepada hal yang positif dan konstruktif, tidak mungkin terarah pada hal-hal yang tidak etis.
          Untuk mencapai tujuan tersebut, bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung? Apakah pendidikan dilaksanakan melalui drilling dalam situasi disiplin yang ketat? atau, dalam situasi yang betul-betul permisif, yang mengikuti semua kehendak peserta didik? atau, dalam situasi peserta didik didorong untuk berinkuiri, mencari menemukan, melakukan pemecahan masalah dengan arahan dan bimbingan dari pendidik?
          Itulah beberapa pertanyaan mendasar,yang jawabannya ada pada masing-masing pendidik, sesuai dengan pandangan agama dan pandangan filosofisnya masing-masing. Ada beberapa pandangan filsafat yang banyak mendasari konsep dan pelaksanaan pendidikan dan kurikulum, diantaranya pandangan  Positivisme-Emperisme, Pragmatisme, dan Eksistensialisme.
          Positivisme atau Emperisme Ilmiah banyak mendasari perkembangan disiplin ilmu,terutama ilmu-ilmu kealaman (natural science),dengan demikian perkembangan kurikulum subyek akademis dan kurikulum berbasis ilmu,lebih banyak didasari oleh  pemikiran-pemikiran Positivisme dan Emperisme Ilmiah. Filsafat Analitik dan Atomisme Logis banyak yang mendasari perkembangan Teknologi Pendidikan ( Educational Technology atau Educational System) sebagai salah satu bidang dan sekaligus aliran pendidikan yang akhir-akhir ini berkembang sangat pesat. Kurikulum berbasis kompetensi umpamnya merupakan model kurikulum dalam konsep Teknologi Pendidikan, jelas banyak mengacu pada pemikiran-pemikiran ini.
      Konsep pendidikan yang berlandaskan pemikiran-pemikiran Positivisme atau Emperisme logis memandang pendidikan sebagai pewarisan atau penerusan ilmu, keterampilan atau nilai-nilai kepada generasi muda ”the function of education is to transmit facts, skills, and values to student’’( Seller and Miller ,19....:  ). Pendidikan ini lebih menekankan pada penguasaan bahan ajaran . Bahan ajaran ini diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Para pengembang kurikulum dalam menyusun isi kurikulum, tidak perlu susah tinggal memilih dan mengambil bahan-bahan ajaran dari disiplin ilmu-ilmu yang ada, disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Isi kurikulum Biologi untuk SLTP umpamanya ,tinggal diambil dari materi biologi, dan bahan yang diambil disesuaikan dengan tingkat perkembangan, kemampuan dan kebutuhan anak pada usia SLTP. Demikian juga dengan mata pelajaran lain pada jenjang yang lainnya. Bahan ajaran yang akan menjadi isi kurikulum tidak usah disusun atau dikembangkan oleh guru atau para pengembang kurikulum sendiri, sebab sudah dikembangkan para ahli  jauh sebelumnya, mungkin saja beberapa puluh bahkan ratusan tahun sebelumnya.
      Teknologi Pendidikan yang merupakan induk dari pendekatan kompetisi (termasuk KBK), lebih mengacu pada filsafat Analistis atau Atomisme logis. Filsafat ini dasarnya dengan Positivisme atau Emperisme, bahwa realita absolut adalah inheren dalam kehidupan dunia ini (kosmos), pengetahuan absolut ditemukan melalui pengetahuan dan pemikiran. Menurut pemikiran analitis-atomistis ini, keseluruhan realita terbagi atau dapat dibagi atas bagian, dan bagian terbagi atas bagian-bagian yang lebih kecil, sampai pada atom-atom yang terbagi lagi atas electron dan proton. Kehidupan ini, aktivitas, dan energi tidak lain dari hubungan antara bagian-bagian yang lebih kecil, antara atom-atom, antara proton dan electron. Kalau kita memahami, menguasai bagian-bagian, atau hubungan antar bagian maka kita akan menguasai keseluruhan. dalam konsep teknologi pendidikan, tujuan pendidikan, bahan ajaran, kegiatan pengajaran dianalisis atauu dirinci menjadi bagian-bagian yang sangat kecil, yang dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu dalam konsep ini, kita mengenal tujuan pembelajaran khusus (intructional objective) sebagai rumusan tujuan yang sangat spesifik, rincian bahan yang juga sangat rinci (programed instruction), bentuk soal-soal ujian yang sangat rinci (objective test). Model pengembangan pembelajaran seperti itu banyak dikembangkan oleh Skinner beserta para pengikutnya.
          Dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi, pada prinsip job, jabatan atau pekerjaan dan tugas menuntut penguasaan sejumlah kompetensi, kompetensi besar diurai menjadi kompetensi yang lebih kecil, sampai pada perilaku-perilaku. Pembelajaran diarahkan pada penguasaan perilaku-perilaku tersebut. Pembelajaran diarahkan pada penguasaan perilaku-perilaku tersebut. Apabila sejumlah perilaku yang merupakan bagian dari suatu job kompetensi yang dikuasai, sejumlah sub kompetensi yang merupakan bagian dari suatu kompetensi dikuasai, sejumlah sub kompetensi yang merupakan bagian dari suatu kompetensi dikuasai, dan sejumlah kompetensi yang menunjang suatu tugas dan job dikuasai maka dia akan menguasai job tersebut. Kalau dalam pengembangan programnya bersifat analitis, dalam implementasinya bersifat mekanisme-atomistis maka dalam penyimpulan hasilnya bersifat sintetis.

Peserta Didik sebagai Subjek
PRAGMATISME dengan tokoh utamanya John Dewey banyak mendasari konsep pendidikan yang lebih memposisikan siswa sebagai subjek, siswa mempunyai peranan yang lebih besar dalam belajar,pendidikan bersifat student centered. Menurut pandangan ini siswa memiliki kemampuan berpikir dan memecahkan masalah secara inteligen, “ student is a rational and capable of intelligent problem solving’’. Pendidikan bukan lagi pewarisan atau penyampaian pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa ,tetapi merupakan dialog antara siswa dengan kurikulum. Siswa melalui proses dialog tersebut melakukan rekonstruksi pengetahuan, “ Education is a dialog between student and the curriculum,student reconstructs knowledge through the dialog process”, (Seller and Miller,1980-an).
      Eksistensialisme atau transendentalisme, lebih menekankan perkembangan pribadi dan sosial. Pendidikan diarahkan pada menimbulkan perubahan-perubahan pribadi dan sosial. “Education focuses on personal and social change”. Pendidikan merupakan upaya untuk melakukan transformasi, perubahan atau perkembangan baik pribadi siswa sebagai warga masyarakat maupun pada masyarakatnya sendiri,”teaching students skills that promote personal and social ttansformation.” Pengajaran lebih menekankan pemecahan masalah baik masalah kemasyarakatan masalah kehidupan siswa sendiri. Siswa belajar secara kelompok memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.


Landasan Psikologis
KURIKULUM,  merupakan suatu rancangan untuk membantu pengembangan peserta didik. Peserta didik adalah manusia yang berbeda dengan benda mati maupun binatang, karena manusia memiliki segi-segi psikologis. Manusia itu merupakan makhluk yang unik, memiliki sifat, karakteristik dan kemampuan yang beragam tetapi membentuk satu kesatuan yang khas. Manusia juga merupakan yang selalu berkembang (developing, changing, becoming) dan perkembangannya dinamis, ada pola-pola umum perkebangan yang sama tetapi secara spesifek, terdapat keragaman, tiap orang mempunyai dinamika, tempo dan irama perkebangan sendiri, yang seringkali sulit diduga.
          Para guru, dosen, instruktur dan pengembang kurikulum perlu memahami keunikan dan dinamika perkembangan individu siswa. Ada beberapa konsep psikologi yang sering menjadi landasan di dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum, di antaranya Behaviorisme, Psikologi Kognitif dan Naturalisme Romantik.
          Behaviorisme, merupakan konsep psikologi yang didasarkan atas filsafat Positivisme atau Emperisme Logis, lebih menekankan pada prilaku nyata yang dapat diamati atau diukur. Perilaku manusia seperti halnya dalam ilmu kealaman tunduk pada hubungan sebab akibat. Hubungan sebab akibat ini dalam Behaviorsme dirumuskan dalam bentuk stimulus-respon. Stimulus-respon merupakan dasar dari teori belajar Behaviorisme yang banyak mendasari konsep Teknologi Pendidikan. bertolak dari stimulus-respon ini berkembang teori belajar pengkondisian (conditioning) dan penguatan (reinforcement).
          Psikologi Kognitif, lebih menekankan pengembangan segi kognitif atau kemampuan berpikir. Manusia memiliki kemampuan berpikir: memahami, menganalisis, menilai, memecahkan masalah. Belajar merupakan proses inkuiri, mencari, menemukan dan memecahkan masalah.
          Psikologi Naturalisme Romantik. berasal dari Rousseau. Konsep psikologi ini bertolak dari asumsi bahwa anak memiliki sejumlah potensi, potensi-potensi ini harus dikembangkan secara alamiah. Menurut Rousseau “segala yang bersifat alamiah adalah baik sebab semua ciptaan Tuhan adalah baik, menjadi rusak karena perbuatan manusia.”. Child essentially good, education should allow the inner nature of the child to unfold”. Pendidikan berperan dalam mengembangkan semua potensi yang ada pada anak. Belajar lebih menekankan pada pengembangan pribadi dan kemampuan memecahkan masalah sosial. Psikologi Naturalisme, lebih menekankan keutuhan perkembangan, baik segi intelektual maupun segi-segi afektif dan spiritual.
          Pandangan-pandangan psikologi tersebut banyak mendasari teori atau konsep-konsep perkembangan dan belajar. Konsep-konsep perkembangan dan belajar yang akan diuraikan selanjutnya hanya umum saja yang banyak digunakan dalam praktek pendidikan dan pengajaran.
          Perkembangan Berpikir. Salah satu konsep perkembangan yang banyak dijadikan acuan dalam pengembangan dan penerapan kurikulum adalah tahap-tahap perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir J.Piaget seorang ahli Psikologi Perkembangan dari Perancis yang banyak meneliti perkembangan anak.
          Menurut Piaget anak pada usia SD berada pada masa Berpikir Prakonsep (2.0-7,0 tahun) dan Berpikir Konkrit (7,0-11,0 tahun). Pada akhir masa Prakonsep (7,0 tahun) anak telah memiliki kemampuan berpikir semi logis, dapat menggunakan pola-pola berpikir logis satu arah, pemahaman waktu masih pendek, pemahaman ruang disekitar tempat tinggalnya, belum bisa membedakan fantasi dan kenyataan, animistic, dapat menggambar segi tiga dan segi empat, menggambar yang diketahui bukan yang dilihat.
          Pada akhir berpikir konkrit (11.00 tahun) anak memiliki kemampuan berpikir reversal (sebaliknya), mengukur, menganalisis, memahami hubungan bagian dengan keseluruhan, dapat menggunakan pengelompokan logis, menguasai operasi: tambah, kurang, kali, bagi dan pangkat, akar yang sederhana.
          Perkembangan Moral Kognitif, Mengenai mengenai kemampuan afektif khususnya perkembangan moral, dalam pengembangan kurikulum banyak mengacu kepada konsep dari Lawrence Kohlberg. Kohlberg membagi tingkat perkembangan moral atas enam tahapan yaitu: menghindari hukuman mencari ganjaran, berbuat baik sebagai alat mencapai tujuan pribadi, berbuat baik agar dapat pujian, mematuhi hukum, menghormati perjanjian masyarakat dan kata hati.
          Kohlberg tidak memberikan pembagian jenjang waktu, tetapi beberapa ahli lain mencoba menghubungkannya dengan tahapan-tahapan waktu perkembangan. Helm dan Turner (1981) menyimpulkan tahap menghindari hukuman dan mencari rasa senang berkembang pada masa bayi dan kanak-kanak, berbuat baik sebagai alat memenuhi kebutuhan berkembang pada masa anak kecil, tahap berbuat baik agar dikenal dan dipuji serta tahap berbuat baik karena patuh terhadap peraturan berkembang pada masa anak. Dua tahapan yang tertinggi, yaitu berbuat baik karena telah merupakan persetujuan masyarakat dan tahap berbuat baik karena timbul darii hati nurani berkembang pada masa remaja dan dewasa.
          Psikologi Belajar, Kurikulum merupakan rancangan bagi pengembangan kemampuan-kemampuan peserta didik, dan pengembangan atau perkembangan kemampuan peserta didik ini berlangsung melalui proses belajar. Konsep belajar yang banyak digunakan dalam pembelajaran di kelas adalah belajar Behaviorisme. Seperti telah disinggung di muka bahwa Psikologi Behaviorisme menekankan kepada perilaku individu. Perilaku individu tidak lain dari hubungan antara stimulus (S) dengan respon (R) ; lampu merah (stimulus) á berhenti (respon), guru bertanya (S) á murid menjawab (R). Konsep S-R yang sederhana ini disebut teori asosiasi atau koneksionisme (Association atau Connectionsm Theory)
          Dalam perkembangan selanjutnya muncul teori pengkondisian (Conditioning Theory). Dalam konsep ini sebelum stimulus diberikan pengkondisian, kalau hal itu secara berulang-ulang maka respon bisa terjadi walaupun stimulusnya tidak ada, hanya ada pengkondisian saja. Bel dibunyikan-waktu menunjukkan pukul tujuh á siswa masuk kelas, walaupun waktu belum menunjukkan pukul tujuh bila dibunyikan maka siswa masuk kelas. Bunyi bel merupakan pengkondisian.
          Selain pengkondisian, dalam Behaviorisme dikenal juga penguatan  (reinforcement). Penguatan tidak diberikan pada stimulus, tetapi kepada respon. Mahasiswa belajar sungguh-sungguh (S) dia dapat menjawab soal-soal dengan baik, karena bisa menjawab soal dengan baik maka dosen memberi nilai A atau memberi hadiah. Nilai A atau hadiah menrupakan penguatan (reinforcement). Kalau hal ini berlangsung berulang-ulang maka terjadilah keadaan, mahasiswa tidak belajar untuk menjawab soal dengan baik tetapi (red belajar) untuk mendapatkan nilai atau hadiah. Dalam pengajaran yang mengacu pada konsep Behaviorisme, maka ganjaran, pujian, hadiah di satu sisi dan peringatan, terguran dan hukuman di sisi lain sangat mendapatkan perhatian, seringkali dijadikan alat  pendidikan.
          Psikologi belajar lain yang banyak digunakan dalam prkatik pendidikan adalah adalah psikologi Kognitif. Pembelajaran dalam konsep konsep ini lebih menekankan pemahaman, kemampuan mencari, menemukan dan memecahkan masalah. Model-model pembelajaran yang bersifat mencari (inquiry), menemukan (discovery), memecahkan masalah (problem solving) dan sejenisnya merupakan penerapan Psikologi Kognitif. Sebagai pengembangan lebih lanjut dari teori Kognitif adalah Psikologi Rekonstruktif, dalam pembelajaran anak merekontruksi pengetahuan, konsep-konsep, teori-teori, model-model dan kemampuan-kemampuan berpikirnya.
          Psikologi belajar Naturalisme Romantik walaupun tidak sekuat Behaviorisme dan Psikologi Kognitif juga banyak digunakan dalam praktik pendidikan. Pembelajaran yang lebih menekankan pengembangan potensi, baik potensi intelektual, sosial, afektif dan motorik berasal dari psikologi ini. Demikian juga pembelajaran yang menekankan keutuhan kepribadian, pengembangan pribadii dan kemasyarakatan sebenarnya juga dikembangkan dari konsep-konsep psikologi naturalism.
          Dalam perkembangan akhir-akhir ini Behaviorisme tidak lagi berpegang teguh pada konsep SR, dengan pengkondisian dan penguatannya, tetapi juga memasukan konsep-konsep Psikologi Kognitif. Dalam pengembangan program-program instruksional (pembelajaran) malahan lebih banyak konsep-konsep yang berasal dari Psikologi Kognitif seperti pengajaran: inkuiri, discovery, pemecahan masalah, pengajaran berbasis pengalaman, pengajaran kontektual, dll.
          Dalam praktik pengembangan dan implementasi kurikulum, khususnya dalam praktik pembelajaran konsep-konsep belajar dari psikologi Behaviorisme, Psikologi Kognitif dan Naturalisme terjadi paduan, walaupun secara teoretis asumsi dan konsepnya sangat berbeda.
Landasan Sosial Budaya
          Pendidikan tidak berlangsung diruang hampa, tetapi dalam lingkungan sosial budaya tertentu. Peserta didik datang dari berbagai lingkungan dan membawa ciri-ciri sosial budaya tertentu. Mereka dididik dan disiapkan untuk hidup dan bekerja dalam lingkungan sosial budaya tertentu pula. Mereka dituntut untuk menguasai ilmu, pengetahuan dan kemampuan yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan dalam lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial budaya disini dalam arti yang cukup luas, bukan hanya berkenaan dengan nilai-nilai tetapi juga perkembangan perilaku dan pola hidup masyarakat, kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perkembangan dan tuntutan dunia kerja, bahkan perkembangan dan tuntutan dunia global.
          Kondisi alam berbagai daerah dan pulau berbeda-beda. Sejalan dengan keragaman tersebut tumbuhlah pola-pola hidup dan kehidupan, cara bekerja dan berinteraksi, nilai-nilai sosial dan budaya yang sesuai dengan keadaan alamnya. Interaksi dan komunikasi antar daerah, kepulauan, kepulauan, etnik, ras, agama, penyampaian berbagai informasi melalui media cetak, gambar dan elektronik, secara berangsur-angsur tetapi ada kalanya juga secara drastis mengubah pola-pola kehidupan dan nilai-nilai sosial budaya. Perubahan tersebut ada kalanya sejalan dengan nilai-nilai dasar yang ada, dan ada kalanya tidak sejalan, bisa membawa dampak positif, tetapi juga bisa membawa dampak negatif.
          Kecepatan perkembangan tidak selalu merata, di kota-kota besar umumnya lebih cepat dibandingkan dengan di kota kecil, apalagi dengan pedesaan, sehingga yang terjadi bukan saja adanya keragaman, tetapi juga bisa terjadi adanya kesenjangan yang cukup jauh. Karena adanya komunikasi yang bergitu kaya dan sangat intensif, perbauran nilai-nilai dan perubahan pola-pola kehidupan seringkali berjalan sangat cepat, tidak jarang menimbulkan frustasi dan konflik.
          Perkembangan kondisi dan nilai-nilai sosial budaya, bukan sesuatu, bukan sesuatu yang berdiri sendiri tetapi selalu terkait dan dipengaruhi oleh bidang-bidang lain, seperti ekonomi, politik, hukum, bahkan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum dan politik yang stabil, menjadi pijakan bagi pertumbuhan ekonomi yang pesat, dan ekonomi yang tumbuh pesat menjadi landasan bagi pertumbuhan atau pengalihan ilmu dan teknologi. Kondisi hukum dan politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang pesat akan berpengaruh pada kemapanan kondisi sosial dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya ketidakmapanan hukum dan gejolak politik, yang menimbulkan berbagai hambatan pertumbuhan ekonomi, akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial dan konflik nilai.
          Para pengembang kurikulum harus memperhatikan keragaman kondisi, kecenderungan dan kecepatan perubahan serta gejolak-gejolak sosial budaya yang ada dan terjadi di masyarakat. Program pendidikan atau kurikulum perlu disusun dan diimplementasikan dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan sosial budaya. Indonesia memiliki penduduk yang multi ras, multi etnik, dan multi agama, yang tersebar dalam daerah yang begitu luas dan banyak dipisahkan secara alami oleh laut dan pulau-pulau, memiliki keragaman sosial budaya.
          Pembangunan selalu terkait dengan aspek-aspek sosial budaya. Aspek-aspek sosial budaya ini dapat menjadi isi kurikulum, bahan kajian yang melatar belakangi berbagai segi pembangunan, perencanaan serta pemecahan masalah-masalah pembangunan. aspek-aspek sosial budaya juga dapat dijadikan pegangan dalam pengelompokan mata kuliah, pada tingkatan program studi, konsentrasi ataupun elektif. Pengelompokan mata kuliah selain didasarkan atas dukungan keilmuan, kompetensi juga penguasaan aspek-aspek sosial budaya yang dipersyaratkan/ diperlukan dalam suatu profesi/keahlian.
          Ada dua acuan dalam perumusan tujuan pendidikan/ kurikulum, yaitu filsafat dan sosial budaya. Filsafat memberikan acuan ideal, nilai-nilai nasional dan universal sedangkan sosial budaya memberikan acuan praktis--empiris, berkenaan dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat sekarang ( dan yang akan datang) di suatu daerah/wilayah tertentu.
          Aspek sosial budaya juga memberikan acuan dalam pemilihan isi kurikulum. Isi kurikukulm biasanya meencakup tiga hal, pertama pengetahuan yang bersumber dari disiplin ilmu, kedua kemampua/ kompetensi yang dituntut oleh dunia pekerjaan dan ketiga informasi dan nilai-nilai sosial budaya yang bersumber dari masyarakat. Pengetahuan yang dikembangkan oleh berbagai disiplin ilmu bersifat universal, pengetahuan mana yang perlu diambil dan diterapkan pada suatu lingkungan kerja/masyarakat didsarkan atas kebutuhan dan tuntutan perkembangan lingkungan tersebut.
Landasan Ilmu dan Teknologi
       Sejak lama pendidikan berkaitan dengan pelestarian dan pewarisan ilmu dan pengetahuan. Sebenarnya juga teknologi, tetapi hal itu sepertinya terabaikan, karena adanya persepsi yang kuran tepat tentang teknologi. Bahwa teknologi hanya berkenaan dengan teknologi perangkat keras (hardware) dan teknologi tinggi. teknologi juga mencakup teknologi perangkat lunak atau teknologi sistem (software atau system tecknology) dan teknologi sederhana. Teknologi bisa dan telah diajarkan sejak di sekolah dasar.
          Ilmu dan teknologi berkembang terus, dewasa ini perkembangannya begitu cepat. Dalam bidang teknologi khususnya teknologi elektronika dan komunikasi perkembangan tidak lagi diukur dalam dekade, tetapi dalam tahun bahkan bulan. Suatu software atau hardware yang tahun lalu merupakan mode dan menjadi favorit, tahun ini mungkin ditinggalkan karena kadaluwarsa, telah digantikan oleh yang baru atau generasi baru. ilmu dan teknologi menjadi isi dari kurikulum perlu selalu disesuaikan dengan temuan dan perkembangan baru dari ilmu dan teknologi. Karena itu isi kurikulum selalu mutakhir, maka proses pengajarannyapun perlu selalu disempurnakan dengan menggunakan pendekatan dan teknologi yang mutakhir pula.
          Perencanaan program pendidikan atau penyusunan desain kurikulum yang baik harus didasarkan atas kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip ilmu atau menggunakan model teknologi (sistem tertentu, sehingga program atau desain tersebut tersusun sistematik, relevan dengan kebutuhan serta tuntutan perkembangan masyarakat.
          Implementasi program pendidikan atau desain kurikulum, yang baik harus memperhatikan kaidah dan prinsip-prinsip ilmu serta didukung oleh teknologi yang sesuai sehingga dapat terlaksana secara efisien dan efektif. Dukungan ilmu dan teknologi juga diperlukan pada tahap evaluasi pengembangan kurikulum. Agar diperoleh hasil evaluasi yang obyektif, valid dan reliable, maka diperlukan prosedur dan alat evaluasi yang tepat. yang dikembangkan dengan mengacu kepada ilmu dan teknologi yang sesuai.
          Isi dari program pendidikan atau isi Kurikulum Subyek akademik diambil dari bidang atau disiplin ilmu yang sesuai, diseleksi dan dikemas sesuai dengan perrkembangan peserta didik yang akan mempelajarinya. Isi Kurikulum Berbasis Kompetensi, disusun dari jabaran suatu job dan kompetensi yang merupakan penerapan dari ilmu dan/atau teknologi. pada kedua model kurikulum, tetap ilmu dan teknologi memegang peranan penting. Pada KBI isinya adalah ilmu-ilmu teoritis, sedang pada KBK isinya adalah penerapan ilmu dan teknologi.
          Dalam tahap implementasi dan evaluasi dukungan ilmu dan teknologi, baik bagi program pendidikan atau desain Kurikulum Berbasis Ilmu maupun Kurikulum Berbasis Komptensi, adalah sama. Program pendidikan atau desain kurikulum diimplementasikan dan dievaluasi dengan berpegang kepada kaedah-kaedah dan menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi serta menggunakan bantuan alat-alat teknologi.
          Landasan-landasan pengembangan kurikulum seperti yang dikemukakan Nana Syaodih Sukmadinata di atas, nyatanya telah membuka mata kita tentang idealitas yang mesti dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum secara konsisten. Bila hal tersebut diabaikan dan/atau kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemangku kebijakan negeri ini dan seluruh komponen yang terkait di dalamnya - termasuk sekolah, guru dan orang tua, maka kurikulum yang dipakai terkesan inkonsisten, tidak istiqomah atau dalam makna lain dinamakan plin-plan.
          Selanjutnya kita cermati landasan-landasan pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh pendapat lain.
KEDUA,    seperti yang dikemukakan Said Hamid Hasan[2] bahwa proses pengembangan kurikulum Sekolah dikembangkan berdasarkan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Berikut adalah pembahasan mengenai landasan dan prosedur tersebut. yaitu: Landasan Legal, Landasan Filosofis dan Teoritis:

Landasan Legal
        Sejak Undang-Undang Nomor 20 tahun 20033 tentang Sistem Pendidikan Nasional diresmikan maka kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami perubahan mendasar. Perubahan mendasar tersebut adalah dalam wewenang mengembangkan, menngelola dan melaksanakan pendidikan. Setelah UU nomor 20 tahun 2003 berlaku, wewenang mengembangkan, mengelola dan melaksanakankan pendidikan tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat tetapi sudah terbagi dengan pemerintah daerah. Sistem pendidikan yang dibangun oleh UU nomor 20 tahun 2003 merupakan konsekkuensi dari perubahan sistem pemerintahan dari pemerintah sentralistis ke otonomi daerah dimana pendidikan adalah aspek pelayanan pemerintah pusat yang didelegasikan ke pemerintah daerah.
          Dalam bidang kurikulum Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menetapkan adanya berbagai ketentuan berkenaan dengan berbagai hal yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan yang menjadi wewenang pemerintah daerah. Pasal 35 menetapkan bahwa pemerintah pusat menetapkan berbagai standar nasional yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Standar adalah suatu persyaratan, kualitas, atau kondisi minimal yang harus ada dan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Pada saat sekarang melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas), Pemerintah telah menetapkan dua dari delapan standar isi dan standar kompetensi lulusan. Enam standar lain belum ditentukan walau pun sewajarnya sudah harus ditetapkan karena satu standar berkaitan dengan standar lainnya dan implementasi mengenai keenam standar tersebut menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan.
          Selanjutnya, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 pasal 36 menetapkan berbagai persyaratan pengembangan kurikulum. Kurikulum yang dikembangkan harus mengacu kepada standar nasional, diarahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, kurikulum yang dikembangkan harus pula memperhatikan kepentingan peserta didik, masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, agama, dan kehidupan bangsa dalam dunia internasional. Lebih lanjut, pasal 37 UU nomor 20 tahun 2003 menetapkan isi kurikulum yang harus ada pada setiap kurikulum dikembangkan sekolah.
          Pelaksanaan UU nomor 20 tahun 2003 ditetapkan melalui peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen). Untuk kurikulum Mendiknas telah menetapkan Permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Permen nomor 23 tahun 2005 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Sebelumnya pemerintah telah menetapkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Badan Standar Nasional, lembaga yang dibentuk berdasarkan pasal 35 ayat (4) UU nomor 20 tahun 2003. Pada saat sekarang baru PP dan tiga Permen yang dihasilkan sebagai peraturan pelaksana dalam pengembangan kurikulum di Indonesia.
Landasan Filosofis dan Teoritis;
          Berikut adalah landasan filosofis dan teoritis bagi pengembangan Kurikulum Sekolah.
1.      Kurikulum harus dimulai dari lingkungan terdekat. sebuah kurikulum tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya, fisik, ekonomi, agama dan masyarakat yang dilayani kurikulum. berdasarkan prinsip ini kurikulum sebuah satuan pendidikan di suatu lingkungan pertanian memiliki perbedaan dengan kurikulum untuk masyarakat nelayan, kota, atau industri. Peserta didik harus mengenal lingkungan terdekatnya dengan baik dan belajar dari lingkungan tersebut ke lingkungan terdekatnya yang lebih luas.
2.    Kurikulum harus mampu melayani pencapaian tujuan pendidikan nasional dan tujuan satuan pendidikan. Kurikulum Sekolah memiliki tanggungjawab yang lebih besar terhadap bangsa dan harus mengembangkan semangat kebangsaan melalui pemahaman terhadap masyarakat sekitarnya. Kurikulum Sekolah harus mampu mengorganisasikan kepentingan peserta didik, masyarakat terdekat dan bangsa dalam satu dimensi (unidimensional objective).
3.    Model kurikulum harus sesuai dengan ide kurikulum. Literatur kurikulum mengenal adanya berbagai model kurikulum seperti knowledge-based model (disciplinary-based model), society-oriented, child-centered, technology-based, compentency-based, skills-based, dan value-based. Model-model ini harus sesuai dengan desain kurikulum.
4.    Proses pengembangan kurikulum harus harus bersifat fleksibel dan komprehensif. Kurikulum Sekolah harus selalu terbuka untuk penyempurnaan. Implementasi kurikulum pada tahun pertama sangat menentukan apakah Kurikulum sekolah yang memerlukan revisi dan berapa besar dimensi revisi yang harus dilakukan.


[1]Nana Syaodih Sukmadinata, Kurikulum dan Pembelajaran. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan bg II Ilmu Pendidikan Praktis, TIM Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, IMTIMA: 2009:100-108

[2] TIM, op.cit, hlm:138

0 komentar:

Posting Komentar