20
Realitas
Kurikulum
Kurikulum di Masa VOC (Tahun 1617-1778)
REALITAS
KURIKULUM di negeri kita dimulai sejak pendudukan VOC yang bertalian erat
dengan gereja. Masa itu tahun 1617, Sekolah didirikan untuk kepentingan
menyebarkan agama Kristen. Pada tahun 1643 sekolah mengeluarkan ketentuan bahwa
guru berperan memupuk rasa takut anak kepada Tuhan, mengajarkaan dasar-dasar
agama Kristen, berdoa, bernyanyi, membaca dan menulis, pergi ke gereja, patuh
terhadap orang tua, penguasa dan guru-guru. Lama belajar belum ditentukan hanya
ada ketentuan tentang batas usia akhir sekolah yaitu 16 tahun untuk anak
laki-laki dan 12 tahun untuk anak perempuan.
Pada tahun 1778 telah dimulai
pembagian kelas, menjadi 3 kelas yakni kelas 3 (kelas terendah) belajar abjad;
kelas 2 belajar membaca, menulis, dan bernyanyi; kelas 1 (kelas tertinggi)
belajar membaca, menulis, berhitung, katekismus
dan bernyanyi.
Kurikulum Sebelum dan Sesudah Masa
Reorganisasi (1892)
ADA
4 MATA PELAJARAN yang mesti diajarkan pada masa ini yaitu: membaca, menulis,
pelajaran bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa
Melayu selain sebagai mata pelajaran, juga dijadikan sebagai bahasa pengantar.
Namun pelajaran Agama tidak diajarkan, sesuai dengan statuta 1874, bahwa,” Pengajaran Agama dilarang di sekolah
pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam
pelajaran.”
Setelah masa reorganisasi, tepatnya tahun 1893 keluarlah peraturan tentang mata
pelajaran, masa belajar. Mata pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa
daerah, huruf daerah dan huruf latin, membaca dan menulis bahasa Melayu,
berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal,
menggambar dan mengukur tanah. Masa belajar diperpanjang dari 3 tahun menjadi 5
tahun dengan 5 kelas terpisah. Kemudian pada tahun 1907 bahasa Belanda
dimasukkan ke dalam program sekolah kelas 1 dan lama masa belajar diperpanjang
menjadi 6 tahun. Jika dibandingkan dengan Europese Legere School (ELS) dan
Holand Chinese School (HCS), terkesan diskriminatif bagi anak Indonesia,baik
dalam hal lama belajar maupun kesempatan melanjutkan belajar.
Sehingga memunculkan sekolah kelas
dua, yang dipetuntukkan untuk rakyat kecil. Kurikulum sekolah ini disusun untuk
mempersiapkan pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan swasta. Sekolah ini
juga mempersiapkan guru untuk sekolah desa. Kurikulum yang digunakan sangat
sederhana layaknya untuk sekolah rakyat Indonesia. Seiring kebutuhan rakyat
yang masih banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung, munculah kuriukulum Volk
School dengan mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
Europese Legere School (ELS) dan
Holand Chinese School (HCS), sendiri masing-masing merupakan sekolah untuk
anak-anak berdarah Belanda dan Chines. Kurikulum dan pengelolaan sekolah tentu
lebih sungguh-sungguh. Kondisi ini memicu munculnya Holland Inlandse School
(HIS), sebagai buah dari keinginan yang kuat dikalangan pribumi untuk
memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti
tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannya
dapat melanjutkan ke STOVIA (School Tot Opleiding Van Indisce Artsen/Sekolah
Dokter Djawa) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO merupakan sekolah
pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi
ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan Indonesia. MULO memiliki empat
program bahasa yakni Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus sekolah
rendah ini dibuka sejak tahun 1903. Selain itu, anak-anak lulusan HIS dapat
juga melanjutkan Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukang,
Sekolah Pertanian, Sekoolah Menteri Ukur, dan lain-lain. Indonesia memiliki
juga kurikulum dari HBS (Hogere Burger Scchool) yang persis dengan apa yang ada
di Belanda. Kurikulum yang mantap tanpa ada perubahan, tampak universal.
Bahannya pelajarannya dapat berubah sesuai tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan. Siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa dalam IPA, Matematika dan
Bahasa. Guru-guru yang memiliki kualifikasi akademik diploma bahkan dengan
gelar Ph.D (Doktor), sehingga memiliki taraf yang sama dengan yang ada di
Netherland-Belanda.
0 komentar:
Posting Komentar