SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

20 Realitas Kurikulum

Sabtu, 30 Agustus 2014 |



20
Realitas Kurikulum





Kurikulum di Masa VOC (Tahun 1617-1778)
REALITAS KURIKULUM di negeri kita dimulai sejak pendudukan VOC yang bertalian erat dengan gereja. Masa itu tahun 1617, Sekolah didirikan untuk kepentingan menyebarkan agama Kristen. Pada tahun 1643 sekolah mengeluarkan ketentuan bahwa guru berperan memupuk rasa takut anak kepada Tuhan, mengajarkaan dasar-dasar agama Kristen, berdoa, bernyanyi, membaca dan menulis, pergi ke gereja, patuh terhadap orang tua, penguasa dan guru-guru. Lama belajar belum ditentukan hanya ada ketentuan tentang batas usia akhir sekolah yaitu 16 tahun untuk anak laki-laki dan 12 tahun untuk anak perempuan.
          Pada tahun 1778 telah dimulai pembagian kelas, menjadi 3 kelas yakni kelas 3 (kelas terendah) belajar abjad; kelas 2 belajar membaca, menulis, dan bernyanyi; kelas 1 (kelas tertinggi) belajar membaca, menulis, berhitung, katekismus dan bernyanyi.

Kurikulum Sebelum dan Sesudah Masa Reorganisasi (1892)
ADA 4 MATA PELAJARAN yang mesti diajarkan pada masa ini yaitu: membaca, menulis, pelajaran bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan berhitung. Bahasa Melayu selain sebagai mata pelajaran, juga dijadikan sebagai bahasa pengantar. Namun pelajaran Agama tidak diajarkan, sesuai dengan statuta 1874, bahwa,” Pengajaran Agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk itu di luar jam pelajaran.”
          Setelah masa reorganisasi, tepatnya tahun 1893 keluarlah peraturan tentang mata pelajaran, masa belajar. Mata pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah, huruf daerah dan huruf latin, membaca dan menulis bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur tanah. Masa belajar diperpanjang dari 3 tahun menjadi 5 tahun dengan 5 kelas terpisah. Kemudian pada tahun 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program sekolah kelas 1 dan lama masa belajar diperpanjang menjadi 6 tahun. Jika dibandingkan dengan Europese Legere School (ELS) dan Holand Chinese School (HCS), terkesan diskriminatif bagi anak Indonesia,baik dalam hal lama belajar maupun kesempatan melanjutkan belajar.
          Sehingga memunculkan sekolah kelas dua, yang dipetuntukkan untuk rakyat kecil. Kurikulum sekolah ini disusun untuk mempersiapkan pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan swasta. Sekolah ini juga mempersiapkan guru untuk sekolah desa. Kurikulum yang digunakan sangat sederhana layaknya untuk sekolah rakyat Indonesia. Seiring kebutuhan rakyat yang masih banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung, munculah kuriukulum Volk School dengan mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
          Europese Legere School (ELS) dan Holand Chinese School (HCS), sendiri masing-masing merupakan sekolah untuk anak-anak berdarah Belanda dan Chines. Kurikulum dan pengelolaan sekolah tentu lebih sungguh-sungguh. Kondisi ini memicu munculnya Holland Inlandse School (HIS), sebagai buah dari keinginan yang kuat dikalangan pribumi untuk memperoleh pendidikan, khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti tercantum dalam Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannya dapat melanjutkan ke STOVIA (School Tot Opleiding Van Indisce Artsen/Sekolah Dokter Djawa) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan Indonesia. MULO memiliki empat program bahasa yakni Belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus sekolah rendah ini dibuka sejak tahun 1903. Selain itu, anak-anak lulusan HIS dapat juga melanjutkan Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah Tukang, Sekolah Pertanian, Sekoolah Menteri Ukur, dan lain-lain. Indonesia memiliki juga kurikulum dari HBS (Hogere Burger Scchool) yang persis dengan apa yang ada di Belanda. Kurikulum yang mantap tanpa ada perubahan, tampak universal. Bahannya pelajarannya dapat berubah sesuai tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. Siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa dalam IPA, Matematika dan Bahasa. Guru-guru yang memiliki kualifikasi akademik diploma bahkan dengan gelar Ph.D (Doktor), sehingga memiliki taraf yang sama dengan yang ada di Netherland-Belanda.

0 komentar:

Posting Komentar