Badudus dan Tapung Tawar
Upacara Badudus di Nagara Dipa adalah sebuah upacara
ritual. Sebuah upacara yang dilakukan oleh keluarga raja. Atau keluarga yang
mengaku keturunan raja-raja Banjar. Keturunan yang tinggal di Amuntai. Upacara
Badudus atau Mandi-mandi. Biasa juga disebut Selamatan Tahunan. Karena upacara
ini di gelar setiap tahun pada awal bulan Muharram. Atau pertengahan bulan
Jumadil Akhir. Pelaksanaannya pada malam Senin atau malam Kamis. Biasanya selepas
shalat Isya dan berakhir hingga pukul 03.00 pagi.
Upacara
ini, oleh leluhur kami, dikenal juga dengan istilah upacara Membuang Pasilih.
Upacara ini biasa menggunakan beberapa peralatan, seperti sebuah tarbang burdah, sebuah gong, biola disertai
penabuh dan penyanyinya. Penabuh dan penyanyi biasanya duduk berjejer. Bisa
juga dengan duduk melingkar menghadapi talam-talam. Talam-talam yang berisi kue
yang terdiri dari 41 macam. Talam kue-kue dan buah-buahan ini sebagai sesajen.
Kemenyan pun dibakar. Asap mulai mengepul, pertanda upacara akan dimulai. Mulailah
musik dan nyanyian magis mengalun. Musik dan nyanyian bermuatan magis
membawakan lagu Kur Sumangat.
Nyanyian yang memiliki kekuatan
gaib. Berisi saruan kepada roh-roh leluhur. Seruan kepada orang-orang yang
dianggap gaib. Para dewa Hindu atau dari keturunan raja Banjar. Nyanyian
berisikan undangan. Undangan yang disertai permohonan maaf kalau ada kesalahan.
Kesalahan atas upacara yang dilaksanakan dan sesajennya yang sajikan.
Kemudian
lagu Girang-Girang sebagai penggiring.
Disusul lagu Nandung Mas Mirah sebagai
penyambutan tamu-tamu gaib. Lagu Dundung
Sayang merupakan lagu keempat. Lagu ini bertujuan untuk menghibur para
undangan yang sedang menunggu undangan tingkat tinggi, seperti para pangeran
dan dewa-dewa.
Ketika undangan tertinggi mulai
datang maka yang dibawakan adalah lagu Tarabang
Burung sebagai lagu penghibur. Dalam
tahapan ini biasanya sering terjadi kesurupan. Sedang lagu penghantar pulang
dinyanyikanlah Burung Manuk sekaligus
penutup upacara.
Sejak lagu pertama dinyanyikan dalam
upacara ini, diadakan pula Tapung Tawar
atau Tutungkal. Tutungkal menggunakan air suci yang diambil dari sebuah
sumur di lokasi Candi Agung, yang dicampur dengan Minyak Likat Bubuih.
Demikian tahapan setiap upacara
yang tidak boleh tertukar. Termasuk urutan lagu dari lagu pertama sampai keenam.
Sampai upacara berakhir dilaksanakan. Kalau pelaksanaan upacara di Candi Agung,
maka sesajen lebih dahulu diletakkan ditempat bertapa Pangeran Suryanata, yang
dikelilingi kain kuning. Namun jika dilakukan di rumah-rumah cukup dengan
membaca doa selamat.
Dahulu
upacara badudus (Membuang Pasilih)
dilaksanakan pada saat acara penobatan sang raja Banjar zaman Hindu. Namun
setelah kerajaan Banjar Islam upacara itu mulai dihapuskan. Kini upacara
Badudus menjelma menjadi acara mandi-mandi penganten dan mandi-mandi tujuh
bulanan bagi kehamilan pertama (Tian
Mandaring).
Kegiatan
upacara seperti ini berangsur-angsur mulai ditinggalkan oleh masyarakat Banjar
yang beragama Islam. Karena mereka mulai menyadari bahwa kegiatan ini merupakan
upacara ritual yang biasa dilakukan oleh leluhur.
Upacara
ini disadari sudah tidak sejalan dengan ajaran yang kini kami peluk. Ajaran
yang diyakini leluhur kala itu masih menganut kepercayaan Animisme yang
berasimilasi dengan kepercayaan Hindu yang dikenal dengan sebutan “Kalacakra”.
0 komentar:
Posting Komentar