PENGERTIAN KURIKULUM dalam Pandangan
lama, (pandangan tradisional), merumuskan
bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
murid untuk memperoleh ijazah. Sementara
Pandangan baru (modern), memaknai kurikulum sebagai seluruh kegiatan sekolah yang ditawarkan
kepada peserta didik sebagai pengalaman belajar di bawah bimbingan atau bantuan
pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku. Salah satu pandangan
yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah pandangan yang menjadikan
peserta didik sebagai rujukan.
Bagaimana proses pendidikan dapat
mengaktualisasikan seluruh potensi dasar (gharizah)
peserta didik secara optimal. Bagaimana peserta didik belajar melibatkan jiwa
raganya. Bagaimana peserta didik belajar menggunakan penglihatan, pendengaran,
seluruh indra dan hatinya, pikiran dan perasaan serta emosi mereka. Keberhasilan
dan kegagalan, apa yang dia dapat dan yang tidak dia terima, kapan, dimana pun
dan dalam kondisi apapun, baik dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang
lain dalam suatu proses pemahaman, latihan, serta bimbingan. Bagaimana peserta
didik belajar menurut gaya mereka yang unik: (person, akhlaq, karakter), sesuai
dengan kecepatan, kemampuan, minat, bakat, motivasi, emosi serta kecenderungan. Bagaimana
peserta didik belajar sesuai dengan potensi dasar (gharizah) yang berisi insting, nafsu asli, pendorong, motif,
naluri, tabiat, perangai, kejadian laten, ciptaan dan sifat bawaan yang mereka
miliki dan bawa sejak lahir. Peserta didik belajar melalui apa yang diyakini
dan yang diragukannya, kesan dan
tanggapannya, kekuatan dan
kelemahannya (daya dan ketidakberdayaan), kehendak dan penolakan, situasi,
kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan; hambatan, tantangan, serta
peluang, tentang yang masih diingat dan yang telah dilupakan. Bagaimana mereka
belajar sesuai kematanggan fisik dan jiwanya. Dengan lingkungan dan pengalaman
mereka. Pandangan mutakhir lebih menekankan pada masing-masing kapasitas peserta
didik untuk merekonseptualisasikan otobiografinya sendiri, demi kebahagiaan
mereka saat ini dan nanti.
Perbedaan
Fundamental
Tiga
Pandangan
Diantara ketiga pola
kurikulum lama, baru dan mutakhir terdapat sedikitnya enam perbedaan yang cukup fundamental. Mari kita bahas perbedaan-perbedaan
tersebut!
Pertama, kurikulum lama
berorientasi pada masa lampau, karena
berisikan pengalaman-pengalaman masa lampau. Guru mengajarkan berbagai hal yang
telah dialami sebelumnya. sedang,
kurikulum baru berorientasi pada masa
sekarang, sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Pengajaran berdasarkan
unit atau topik dari kehidupan masyarakat serta sesuai dengan minat dan
kebutuhan para siswa. Sedangkan pandangan mutakhir berusaha menghubungkan
keduanya, namun tetap berfokus kepada peserta didik sebagai subyek.
Kedua, kurikulum lama
tidak berdasarkan filsafat pendidikan
yang jelas, sulit dipahami, dan tidak ada kesatuan pendapat di antara
kalangan guru tentang filsafat pendidikan yang dianut tersebut. Akibatnya,
setiap guru memiliki tafsiran sendiri tentang berbagai hal yang diajarkan
kepada siswa, sehingga pengajaran tidak konsisten dengan pengalaman yang
diperlukan siswa. Kurikulum baru berdasarkan
pada filsafat pendidikan yang jelas, yang
dapat diajarkan ke dalam serangkaian tindakan yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Kurikulum mutakhir memiliki landasan filsafat yang jelas namun
terbuka terhadap perubahan-perubahan.
Ketiga, kurikulum lama
berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan
perkembangan segi pengetahuan akademik dan keterampilan, dengan mengabaikan
perkembangan sikap, cita-cita, kebiasaan, dan sebagainya. ‘Belajar’ lebih
ditekankan pada unsur mengingat dan latihan-latihan belaka. Adapun penguasaan
pengetahuan dan keterampilan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh ijazah atau
kenaikan kelas. Sebaliknya, kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa. ‘Belajar’ bukan untuk
memperoleh ijazah, melainkan agar mampu hidup di dalam masyarakat. Kurikulum
mutakhir bertujuan melayani seluruh potensi belajar peserta didik secara unik.
Menemu-kenali kemudian menumbuh-kembangan potensi mereka secara menyeluruh
dalam persamaan sekaligus perbedaan.
Keempat, kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, yang diajarkan secara terpisah.
Terkadang memang diadakan semacam korelasi, tetapi korelasi tersebut hanya
dilakukan di antara unsur-unsur tertentu saja dalam beberapa mata pelajaran.
Gagasan untuk memadukan beberapa mata pelajaran telah ada, namun masih
merupakan suatu broadfield (bidang studi) yang sempit. Dalam kurikulum
lama, mata pelajaran hanya berfungsi sebagai alat. Sebaliknya, kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topik tertentu. Siswa belajar dengan
mengalami sendiri, sehingga terjadi proses modifikasi dan penguatan tingkah
laku melalui pengalaman dengan menggunakan mata pelajaran. Oleh karena itu, kurikulum
disusun dalam bentuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk integrasi
dari semua mata pelajaran. Pada pandangan mutakhir mata pelajaran tetap ada,
namun disajikan sesuai tema dan potensi peserta didik.
Kelima, kurikulum lama
hanya didasarkan pada buku pelajaran (textbook) sebagai sumber bahan
dalam mengajarkan mata pelajaran. Meskipun buku-buku sumber tersebut sering
diperbaiki, namun sering kali bahan yang terkandung di dalamnya sudah tidak up
to date lagi, bahkan sering kali pemilihan bahan tidak selaras dengan
filsafat dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berbagai permasalahan dalam
masyarakat yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa pun tidak pernah
disinggung. Sebaliknya, kurikulum baru bertitik
tolak dari masyarakat dalam kehidupan keseharian, yang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan, minat, dan kebutuhan individu. Bahkan, sumber yang
paling luas adalah masyarakat itu sendiri, sedangkan buku hanya menjadi
sumber pelengkap. Sumber belajar
kurikulum mutakhir bertitik tolak dari potensi diri peserta didik sebagai tema
sentral, dengan menjadikan buku, guru, teman, nara sumber, lingkungan
lingkungan sekolah, alam, dan yang lebih luas lagi tentang hidup dan kehidupan,
sebagai bagian dari sumber belajar.
Keenam, kurikulum lama
dikembangkan oleh masing-masing guru
secara perorangan. Gurulah yang menentukan mata pelajaran dalam kurikulum,
mereka yang menentukan bahan dan pengalaman yang akan diajarkan, dan mereka
pula yang menentukan sumber bahan. Pendek kata, berhasil atau tidaknya kurikulum
bergantung pada guru secara perorangan, atau dengan kata lain guru merupakan
suatu ‘cardinal factor’ dalam keberhasilan kurikulum sekolah. Di lain
pihak, kurikulum baru dikembangkan oleh
sekelompok guru secara bersama-sama atau oleh departemen tertentu. Setiap
guru terikat pada konsep yang telah disusun oleh kelompok atau departemen
tersebut, dengan tidak mengurangi kebebasan guru untuk mengadakan beberapa
penyesuaian dalam batas-batas tertentu. Kurikulum mutakhir disusun oleh guru
bersama sejawat dengan bantuan pakar berdasarkan potensi dasar peserta didik
dan melayani mereka dalam persamaan dan perbedaan.
Implikasi Perumusan Kurikulum
Dalam Pandangan
Menurut
Pandangan Lama
a)
Kurikulum
terdiri atas sejumlah mata pelajaran. pengalaman nenek
moyang di masa lampau. dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan
logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat,
dan sebagainya.
b)
Mata
pelajaran adalah sejumlah informasi atau
pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk
mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir.
c)
Mata
pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. pengajaran berarti
penyampaian kebudayaan pada generasi muda.
d)
Tujuan
mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah sebagai tujuan,
sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
e)
Adanya
aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.
Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam
penyusunan kurikulum.
f)
Sistem
penyampaian yang digunakan oleh guru adalah system penuangan (imposisi).
Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif,
sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka.
Menurut Pandangan Baru
a)
Tafsiran
tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata
pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang
menjadi tanggung jawab sekolah.
b)
Sesuai
dengan pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan
ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu,
tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum. Begitu pula halnya dengan
college preparatory curriculum, vocational curriculum, dan general
curriculum, semuanya sudah tercakup dalam pengertian kurikulum seperti yang
dikemukakan tadi.
c)
Pelaksanaan
kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai.
d)
Sistem
penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau
pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan
berbagai kegiatan belajar-mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi
siswa.
e)
Tujuan
pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau
bidang pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan
pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyarakat.
Menurut
Pandangan Mutakhir
Salah satu pandangan yang paling
mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah pandangan yang menekankan pada
bentuk kata kerja kurikulum itu, sendiri yaitu currere. Sebagai
pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba (race course)
kurikulum, currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing
kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografinya sendiri. Schubert (1986).
Pemikiran Schubert tersebut didukung
oleh pemikiran Pinar dan Grument (1976) yang mengilustrasikan bahwa
masing-masing individu berusaha menemukan pengertian (meaning) di
tengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak
secara historis ke dalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan
dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute the
origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling
bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya. Dalam konteks ini,
perlu dipertimbangkan perspektif ekologis, yaitu makna dari segala sesuatu
harus dipandang secara kontinu berikut interdependensinya dengan
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian, karakter kurikulum
membentuk dan dibentuk oleh berbagai hubungan eksternal dengan pengetahuan,
perspektif, dan praktik-praktik dalam domain kependidikan lainnya seperti
administrasi, supervisi, dasar-dasar pendidikan (sejarah dan filsafat
pendidikan, termasuk sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, bahkan
perspektif sastra), studi kebijakan, evaluasi, metodologi penelitian, subject
areas, jenjang dan tingkatan pendidikan, pengajaran, pendidikan khusus,
psikologi pendidikan, dan sebagainya. Oleh karena beberapa di antara bidang di
atas memiliki relevansi langsung dengan kurikulum jika dibandingkan dengan
bidang lainnya, maka bidang-bidang yang lebih relevan tersebut perlu dianalisis
secara lebih luas dan mendalam.
0 komentar:
Posting Komentar