SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

Kurikulum dalam Tiga Pandangan

Senin, 04 Agustus 2014 |


 
PENGERTIAN KURIKULUM dalam Pandangan lama, (pandangan tradisional), merumuskan  bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Sementara Pandangan baru (modern), memaknai kurikulum sebagai seluruh kegiatan sekolah yang ditawarkan kepada peserta didik sebagai pengalaman belajar di bawah bimbingan atau bantuan pendidik untuk menghasilkan perubahan tingkah laku. Salah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah pandangan yang menjadikan peserta didik sebagai rujukan.
          Bagaimana proses pendidikan dapat mengaktualisasikan seluruh potensi dasar (gharizah) peserta didik secara optimal. Bagaimana peserta didik belajar melibatkan jiwa raganya. Bagaimana peserta didik belajar menggunakan penglihatan, pendengaran, seluruh indra dan hatinya, pikiran dan perasaan serta emosi mereka. Keberhasilan dan kegagalan, apa yang dia dapat dan yang tidak dia terima, kapan, dimana pun dan dalam kondisi apapun, baik dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain dalam suatu proses pemahaman, latihan, serta bimbingan. Bagaimana peserta didik belajar menurut gaya mereka yang unik: (person, akhlaq, karakter), sesuai dengan kecepatan, kemampuan, minat, bakat, motivasi, emosi serta kecenderungan. Bagaimana peserta didik belajar sesuai dengan potensi dasar (gharizah) yang berisi insting, nafsu asli, pendorong, motif, naluri, tabiat, perangai, kejadian laten, ciptaan dan sifat bawaan yang mereka miliki dan bawa sejak lahir. Peserta didik belajar melalui apa yang diyakini dan yang diragukannya, kesan dan tanggapannya, kekuatan dan kelemahannya (daya dan ketidakberdayaan), kehendak dan penolakan, situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan; hambatan, tantangan, serta peluang, tentang yang masih diingat dan yang telah dilupakan. Bagaimana mereka belajar sesuai kematanggan fisik dan jiwanya. Dengan lingkungan dan pengalaman mereka. Pandangan mutakhir lebih menekankan pada masing-masing kapasitas peserta didik untuk merekonseptualisasikan otobiografinya sendiri, demi kebahagiaan mereka saat ini dan nanti.

Perbedaan Fundamental
Tiga Pandangan
Diantara ketiga pola kurikulum lama, baru dan mutakhir terdapat sedikitnya  enam perbedaan yang cukup fundamental. Mari kita bahas perbedaan-perbedaan tersebut!          
Pertama, kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, karena berisikan pengalaman-pengalaman masa lampau. Guru mengajarkan berbagai hal yang telah dialami sebelumnya. sedang, kurikulum baru berorientasi pada masa sekarang, sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Pengajaran berdasarkan unit atau topik dari kehidupan masyarakat serta sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa. Sedangkan pandangan mutakhir berusaha menghubungkan keduanya, namun tetap berfokus kepada peserta didik sebagai subyek.

Kedua, kurikulum lama tidak berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas, sulit dipahami, dan tidak ada kesatuan pendapat di antara kalangan guru tentang filsafat pendidikan yang dianut tersebut. Akibatnya, setiap guru memiliki tafsiran sendiri tentang berbagai hal yang diajarkan kepada siswa, sehingga pengajaran tidak konsisten dengan pengalaman yang diperlukan siswa. Kurikulum baru berdasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, yang dapat diajarkan ke dalam serangkaian tindakan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum mutakhir memiliki landasan filsafat yang jelas namun terbuka terhadap perubahan-perubahan.

Ketiga, kurikulum lama berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan segi pengetahuan akademik dan keterampilan, dengan mengabaikan perkembangan sikap, cita-cita, kebiasaan, dan sebagainya. ‘Belajar’ lebih ditekankan pada unsur mengingat dan latihan-latihan belaka. Adapun penguasaan pengetahuan dan keterampilan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh ijazah atau kenaikan kelas. Sebaliknya, kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa. ‘Belajar’ bukan untuk memperoleh ijazah, melainkan agar mampu hidup di dalam masyarakat. Kurikulum mutakhir bertujuan melayani seluruh potensi belajar peserta didik secara unik. Menemu-kenali kemudian menumbuh-kembangan potensi mereka secara menyeluruh dalam persamaan sekaligus perbedaan.

Keempat, kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, yang diajarkan secara terpisah. Terkadang memang diadakan semacam korelasi, tetapi korelasi tersebut hanya dilakukan di antara unsur-unsur tertentu saja dalam beberapa mata pelajaran. Gagasan untuk memadukan beberapa mata pelajaran telah ada, namun masih merupakan suatu broadfield (bidang studi) yang sempit. Dalam kurikulum lama, mata pelajaran hanya berfungsi sebagai alat. Sebaliknya, kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topik tertentu. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, sehingga terjadi proses modifikasi dan penguatan tingkah laku melalui pengalaman dengan menggunakan mata pelajaran. Oleh karena itu, kurikulum disusun dalam bentuk bidang studi yang luas atau dalam bentuk integrasi dari semua mata pelajaran. Pada pandangan mutakhir mata pelajaran tetap ada, namun disajikan sesuai tema dan potensi peserta didik.

Kelima, kurikulum lama hanya didasarkan pada buku pelajaran (textbook) sebagai sumber bahan dalam mengajarkan mata pelajaran. Meskipun buku-buku sumber tersebut sering diperbaiki, namun sering kali bahan yang terkandung di dalamnya sudah tidak up to date lagi, bahkan sering kali pemilihan bahan tidak selaras dengan filsafat dan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berbagai permasalahan dalam masyarakat yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa pun tidak pernah disinggung. Sebaliknya, kurikulum baru bertitik tolak dari masyarakat dalam kehidupan keseharian, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat, dan kebutuhan individu. Bahkan, sumber yang paling luas adalah masyarakat itu sendiri, sedangkan buku hanya menjadi sumber  pelengkap. Sumber belajar kurikulum mutakhir bertitik tolak dari potensi diri peserta didik sebagai tema sentral, dengan menjadikan buku, guru, teman, nara sumber, lingkungan lingkungan sekolah, alam, dan yang lebih luas lagi tentang hidup dan kehidupan, sebagai bagian dari sumber belajar.

Keenam, kurikulum lama dikembangkan oleh masing-masing guru secara perorangan. Gurulah yang menentukan mata pelajaran dalam kurikulum, mereka yang menentukan bahan dan pengalaman yang akan diajarkan, dan mereka pula yang menentukan sumber bahan. Pendek kata, berhasil atau tidaknya kurikulum bergantung pada guru secara perorangan, atau dengan kata lain guru merupakan suatu ‘cardinal factor’ dalam keberhasilan kurikulum sekolah. Di lain pihak, kurikulum baru dikembangkan oleh sekelompok guru secara bersama-sama atau oleh departemen tertentu. Setiap guru terikat pada konsep yang telah disusun oleh kelompok atau departemen tersebut, dengan tidak mengurangi kebebasan guru untuk mengadakan beberapa penyesuaian dalam batas-batas tertentu. Kurikulum mutakhir disusun oleh guru bersama sejawat dengan bantuan pakar berdasarkan potensi dasar peserta didik dan melayani mereka dalam persamaan dan perbedaan.

Implikasi Perumusan Kurikulum
Dalam Pandangan
Menurut Pandangan Lama
a)    Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. pengalaman nenek moyang di masa lampau. dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
b)   Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan berpikir.
c)    Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. pengajaran berarti penyampaian kebudayaan pada generasi muda.
d)   Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
e)    Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
f)     Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah system penuangan (imposisi). Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka.

Menurut Pandangan Baru
a)    Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi tanggung jawab sekolah.
b)   Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum. Begitu pula halnya dengan college preparatory curriculum, vocational curriculum, dan general curriculum, semuanya sudah tercakup dalam pengertian kurikulum seperti yang dikemukakan tadi.
c)    Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
d)   Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai kegiatan belajar-mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
e)    Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyarakat.

Menurut Pandangan Mutakhir
          Salah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu, sendiri yaitu currere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba (race course) kurikulum, currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing-masing kapasitas individu untuk merekonseptualisasi otobiografinya sendiri. Schubert (1986).
          Pemikiran Schubert tersebut didukung oleh pemikiran Pinar dan Grument (1976) yang mengilustrasikan bahwa masing-masing individu berusaha menemukan pengertian (meaning) di tengah-tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis ke dalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula (to recover and reconstitute the origins), serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi-subdivisi pendidikan lainnya. Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan perspektif ekologis, yaitu makna dari segala sesuatu harus dipandang secara kontinu berikut interdependensinya dengan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhinya. Dengan demikian, karakter kurikulum membentuk dan dibentuk oleh berbagai hubungan eksternal dengan pengetahuan, perspektif, dan praktik-praktik dalam domain kependidikan lainnya seperti administrasi, supervisi, dasar-dasar pendidikan (sejarah dan filsafat pendidikan, termasuk sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, bahkan perspektif sastra), studi kebijakan, evaluasi, metodologi penelitian, subject areas, jenjang dan tingkatan pendidikan, pengajaran, pendidikan khusus, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Oleh karena beberapa di antara bidang di atas memiliki relevansi langsung dengan kurikulum jika dibandingkan dengan bidang lainnya, maka bidang-bidang yang lebih relevan tersebut perlu dianalisis secara lebih luas dan mendalam.

0 komentar:

Posting Komentar