SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

5 Pendidikan Nasional Vs Pendidikan Islam

Minggu, 31 Agustus 2014 |



5
Pendidikan Nasional
Vs
Pendidikan Islam

SEPERTI APAKAH relevansi substansi antara pendidikan Nasional dengan Pendidikan Islam? Benarkah perbedaan keduanya hanya terletak pada posisi konsep,
mengapa demikian?


Berikut ini adalah cuplikan sebagai tulisan atas Ahmadi dalam kertas pidato pengukuhan guru besarnya yang mengulas relevansi substansi antara pendidikan nasional dengan pendidikan Islam. Pertama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar pendidikan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam (Tauhid);
Kedua, pandangan terhadap manusia sebagai makhluk jasmani-rohani yang berpotensi untuk menjadi manusia bermartabat (makhluk paling mulia);
Ketiga, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi (fitrah dan sumber daya manusia) menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur (akhlak mulia), dan memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab sebagai individu dan anggota masyarakat.
          Menurut Ahmadi perbedaan antara keduanya hanya terletak pada posisi konsep. Ditinjau dari tataran universalitas konsep Pendidikan Islam lebih universal karena tidak dibatasi negara dan bangsa, tetapi ditinjau dari posisinya dalam konteks nasional, konsep pendidikan Islam menjadi subsistem pendidikan nasional. Karena posisinya sebagai subsistem, kadangkala dalam penyelenggaraan pendidikan hanya diposisikan sebagai suplemen.        Mengingat bahwa secara filosofis (ontologis dan aksiologis) pendidikan Islam relevan dan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, bahkan secara sosiologis pendidikan Islam merupakan aset nasional, maka posisi pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional bukan sekadar berfungsi sebagai suplemen, tetapi sebagai komponen substansial. Artinya, pendidikan Islam merupakan komponen yang sangat menentukan perjalanan pendidikan nasional.
          Keberhasilan pendidikan Islam berarti keberhasilan pendidikan nasional, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, pendidikan nasional sebagai sebuah sistem tidak mungkin melepaskan diri dari pendidikan Islam. Setujukah Anda dengan pandangan tersebut? Jika setuju, apakah pandangan tersebut telah terakomodasi secara yuridis? Jika tidak, mengapa demikian?
          Keberhasilan pendidikan Islam berarti keberhasilan pendidikan nasional, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, pendidikan nasional sebagai sebuah sistem tidak mungkin melepaskan diri dari pendidikan Islam. Secara yuridis hal ini telah terakomodasi dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Dengan terintegrasikannya sistem pendidikan nasional pendidikan Islam sebagai komponen substansial ke dalam system pendidikan nasional, maka konsep lama yang membatasi pengertian pendidikan Islam secara sempit hanya pendidikan keagamaan harus dihapuskan. Implikasi politisnya adalah, kebijakan lama yang sampai sekarang masih berlaku yaitu memisahkan antara pendidikan Islam (keagamaan) yang dikelola dan dibina oleh Departemen Agama dan pendidikan umum yang dibina dan dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional, harus ditinjau kembali. Lebih lanjut papar Ahmadi. Pertimbangan-pertimbangan secara paedagogis dan akademis yang akan melahirkan kebijakan reformatif tentang pendidikan Islam di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional.



Wangsit Mbah Ing Tut

Kata Mbah, “Jika negeri ini betul-betul serius ingin mewujudkan harapan anak bangsa mendapatkan kehidupan yang layak pada masanya. Kesungguhannya dapat terlihat dari seberapa konsisten ia mendidik dan mempersiapkan masa depan hidup dan kehidupan mereka secara prima agar bisa eksis dan survive dalam ketatnya persaingan hidup yang menglobal dan kompetitif.”

Mendengarkan wasiat Mbah Ing Tut, kita jadi teringat dengan pesan yang pernah disampaikan oleh Syaidina Ali bin Abi Thalib ra:“Didiklah dan persiapkanlah anak-anakmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan zamanmu.”

“Pendidikan adalah upaya mempersiapkan anak,
dari layak hidup menuju hidup layak
(Aemsya)



KURIKULUM
“Plin-Plan”
(Implementasi Kurikulum di Era Galau)

Buku ini melanjutkan pembahasan kita seputar implementasi kurikulum yang harus berhadapan dengan beragam keadaan. Pembahasan di awali dengan kepompong Sisdiknas, yang akan melahirkan idealitas pengembangan kurikulum, agar Undang-undang sekolah tidak dianggap liar. Bagaimana pengembangan kurikulum PAI dan beragam latar belakangnya. Kehidupan yang layak dan terbebas dari KKN memunculkan gagasan kurikulum antikorupsi di era galau, sekiranya sekolah dapat memotivasi manusia untuk berdialog dengan Tuhannya, memahami potensinya untuk berburu ilmu dengan andil hidden curriculum. Aliran filsafat yang merasuk pendidikan Islam dan berhadapan dengan model-model pemikiran ke-Islaman yang juga berpengaruh terhadap tipologi rekonstruksi sosial. Dan bagaimana kita akhirnya mampu memahami ide Tuhan dengan inovasi pendidikan yang berstatus proyek. Mungkinkah karakteristik PAI yang unik bersama implikasi tipologi terhadapnya memberi andil pada kurikulum PAI. Agar rumusan filsafat pendidikan Islam tidak rapuh, sebagaimana mimpi KTSP mendongkrak kualitas pendidikan di era galau. Wangsit Mbah Ing Tut tentang hidup layak patut kita pedulikan. Sebagaimana kita peduli mencarikan obat atas penyakit sebagian guru kita, agar mereka tidak melaksanakan kurikulum plin-plan, karena sudah terbiasa dengan kurikulum siap saji. Nah tu!