32.
Panduan
Pengembangan Silabus
Latar
Belakang
UNDANG-UNDANG Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang
tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang
cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.
Kurikulum
sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama
dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan
kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan
demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan
menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran.
Untuk itu,
banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan
yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan
oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan
penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompentensi Lulusan yang ditetapkan dengan
Permendiknas No. 23 Tahun 2006.
Di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
dijelaskan
bahwa pertama, Kurikulum dan silabus Pembelajaran SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain
yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan
menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6); Kedua, Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk
SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di
bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2); Ketiga, Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,
metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20)
Berdasarkan
ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-
luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi
penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah,
serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan
silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami
kesulitan.
Karakteristik Mata Pelajaran
dan
Peserta Didik
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang khas. Adapun karakteristik masing-masing mata
pelajaran dapat dilihat pada Standar Isi (Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006). Begitu juga peserta didik yang merupakan manusia dengan segala
fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi.
Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan),
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan
untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan
potensinya). Dalam tahap perkembangannya, siswa berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat, dari segala
aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu perkembangan aspek
kognitif, psikomotor, dan afektif.
Perkembangan Aspek Kognitif.
Menurut Piaget
(1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama
dengan usia siswa SD/MI/SDLB/Paket A, merupakan ‘period of formal operation’.
Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara
simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa
memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Siswa telah
memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pengajaran Teknologi informasi dan komunikasi adalah
bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat
dan bakat siswa. Pengajaran Teknologi informasi dan komunikasi akan berhasil
kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan
variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi
belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Multiple
Intelligences
yang dikemukakan
oleh Gardner (1993)
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple
Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu:
(1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2)
kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut), (3) kecerdasan musikal
(kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan
spasial (kemampuan membentuk imaji mentaltentang realitas), (5) kecerdasan
kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6)
kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan
mengembangkan rasa jati diri), (7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini berkembang
pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru Teknologi informasi dan komunikasi,
akan sangat membantu siswa dalam menguasai kemampuan berteknologi informasi dan
komunikasi.
Perkembangan
Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah
satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap
tersebut antara lain:
Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya
gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam
taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir
sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan
dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.
Tahap asosiatif
Pada tahap ini,
seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang
gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang
sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan
psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan
gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih
menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang
diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada
tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek,
gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
Tahap otonomi
Pada tahap ini,
seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya
sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang
dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena siswa sudah tidak
memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap
ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya
gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk
memikirkan tentang gerakannya.
Perkembangan
Aspek Afektif
Keberhasilan
proses pengajaran Teknologi informasi dan komunikasi juga ditentukan oleh
pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut
mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom
(Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima
tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SD/MI/SDLB/Paket A
lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan
objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di
lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai
dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5)
sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam
bentuk sistem nilai.
Pemahaman
terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua
atau bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa
yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
1. Self-esteem, yaitu penghargaan yang
diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
2. Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri
atau melindungi ego.
3. Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa
frustrasi, khawatir, tegang, dsbnya.
4. Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu
kegiatan.
5. Risk-taking, yaitu keberanian mengambil
risiko.
6. Empati,
yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang
lain.
Pengertian Silabus
Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya
berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD), Indikator, Materi Pokok, Kegiatan pembelajaran, Alokasi Waktu,
Sumber Belajar, dan Penilaian. Dengan
demikian, silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai
berikut.
1.
Kompetensi apa saja
yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh Standar Isi (Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar).
2.
Materi Pokok apa
sajakah yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar
Isi.
3.
Kegiatan
pembelajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga
peserta didik mampu berinteraksi dengan objek belajar.
4.
Indikator apa
sajakah yang harus ditentukan untuk mencapai Standar Isi.
5.
Bagaimanakah cara
mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai acuan dalam
menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6.
Berapa lama waktu
yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7.
Sumber Belajar apa
sajakah yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru
secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah,
kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru
(PKG), dan Dinas Pendidikan.
1. Guru
Sebagai tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab
langsung terhadap kemajuan belajar siswa, seorang guru diharapkan mampu
mengembangkan silabus sesuai dengan kompetensi mengajarnya secara mandiri. Di
sisi lain guru lebih mengenal karakteristik siswa dan kondisi sekolah serta
lingkungannya.
2. Kelompok Guru
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena
sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka
pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru
mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah
tersebut
3. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara
mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah
lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus
Pembelajaran yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG
setempat.
4
Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan
silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman
di bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja
guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan
tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan
Nasional
Prinsip Pengembangan Silabus
1.
Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam
silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.
2.
Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3.
Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi.
4.
Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, dan sistem penilaian.
5.
Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi
dasar.
6.
Aktual dan
Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7.
Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi
peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan
tuntutan masyarakat. Sementara itu,
materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah
masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak
tercerabut dari lingkungannya.
8.
Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi
(kognitif, afektif, psikomotor).
9.
Desentralistik
Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik. Maksudnya bahwa kewenangan pengembangan
silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah
masing-masing.
Tahap-tahap Pengembangan
Silabus Pembelajaran
1.
Perencanaan
Tim yang ditugaskaan untuk menyusun silabus terlebih
dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakan atau referensi
yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan
dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan
internet.
2.
Pelaksanaan
Dalam melaksanakan penyusunan silabus perlu memahami
semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus Pembelajaran,
seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan
dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
3.
Perbaikan
Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis kurikulum,
ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog,
guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan,
perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
4.
Pemantapan
Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria
dengan cukup baik dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
5.
Penilaian silabus
Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara
berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.
Komponen dan
Langkah-Langkah Pengembangan
Silabus Pembelajaran
Komponen silabus
pembelajaran
Silabus Pembelajaran memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
a.
Identitas Silabus Pembelajaran
b.
Standar Kompentensi
c.
Kompetensi Dasar
d.
Materi Pembelajaran
e.
Kegiatan Pembelajaran
f.
Indikator Pencapaian
Kompetensi
g.
Penilaian
h.
Alokasi Waktu
i.
Sumber Belajar
0 komentar:
Posting Komentar