SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S



27.
Karakteristik PAI Yang Unik


Pendidikan agama Islam (PAI) ternyata mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan lainnya. Menurut Muhaimin (2004), bahwa: (1)PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apa pun; (2) PAI berusaha menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung dalam Al-Quran dan al-Sunnah/al-hadits serta otentiksitas keduannya sebagai sumber utama ajaran Islam; (3) PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu dan amal dalam kehidupan keseharian; (4) PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu dan sekaligus kesalehan sosial; (5) PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan ipteks dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya; (6)Substansi PAI mengandung entitas-entitas yang bersifat rasional dan supra rasional; (7) PAI berusaha menggali, mengembangkan dan mengambil ibrah dari sejarah dan kebudayaan (peradaban) Islam; dan (8) PAI dalam beberapa hal, mengandung pemahaman dan penafsiran yang beragam, sehingga memerlukan sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah.
Dilihat dari beberapa karakteristik tersebut, PAI mengandung pesan-pesan pembelajaran yang disamping berupa membangun inner force dalam bentuk kekokohan akidah (keimanan) dan kedalam spiritual, juga diperkuat dengan ilmu keagamaan Islam untuk diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh dalam kehidupan sehari-hari pada setiap aspek kehidupannya. Pendidikan agama disekolah, madrasah, pesantren ataupun di masyarakat, berpotensi untuk mengarahkan pada sikap toleran atau intoleran dan berpotensi untuk mewujudkan integrasi (persatuan dan kesatuan) atau disitegrasi (perpecahan) dalam kehidupan masyarakat. Fenomena ini akan banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh: (1) Pandangan teologi agama dan doktrin ajarannya; (2) Sikap dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayati agama tersebut; (3) Lingkungan sosio cultural yang mengelilinginya; dan (4) Peran dan pengaruh pemuka agama, termasuk guru agama dalam mengarahkan pengikutnya.
Jika pandangan teologi agama dan ajaran yang dipegang bersifat ekstrem, dibarengi dengan model pemahaman dan penghayatan agama yang simbolik, tekstual dan scriptural, karena penjelasan-penjelasan dan arahan dari para pemuka agama (termasuk guru agama) yang bersifat doktriner, rigid (kaku) dan mengembangkan sikap fanatisme buta, serta didukung oleh lingkungan sosio cultural yang eksklusif, maka bisa jadi akan melahirkan sikap intoleran dan agama dapat berperan sebagai faktor disintegrative (pemecah).
Namun demikian, dalam konteks bangsa Indonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika, pengembangan pendidikan agama diharapkan agar tidak sampai : (1) Menumbuhkan semangat fanatisme buta; (2) Menumbuhkan sikap intoleran dikalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia; dan (3) Memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional. Sebaiknya, pengembangan pendidikan agama diharapkan agar mampu menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas, yakni persaudaraan yang bersifat Islami sebagaimana yang selama ini dipahami, tetapi juga mampu membangun persaudaraan antar sesama, serta mampu membentuk kesalehan pribadi sekaligus kesalehan sosial.
Memperhatikan beberapa karakteristik PAI tersebut diatas dan gencarnya inovasi pendidikan yang pada gilirannya ditransfer begitu saja ke dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka perlu didudukkan secara proporsional dalam kerangka landasan filsafat pendidikan Islam yang kokoh.

0 komentar:

Posting Komentar