11.
Prinsip dan Orientasi
Kurikulum PAI
Prinsip Kurikulum PAI
Efektivitas impelementasi
kurikulum pendidikan Agama Islam, memerlukan adanya upaya tertentu agar
kurikulum berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak, yaitu
sekolah itu sendiri, peserta didik, orangtua, dan masyarakat, serta komunitas
yang lebih besar lagi (resources). Beberapa
prinsip dasar yang sering dikemukakan para ahli dan mesti
mendapat perhatian antara lain: Pertama,
prinsip orientasi pada tujuan. Artinya agar seluruh kurikulum terarah, perlu
diarahkan pada tujuan pendidikan yang tersususun sebelumnya. Selain itu, perlu
adanya persiapan khusus bagi penyelenggara pendidikan untuk menetapkan
tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik seiring dengan tugas
manusia sebagai hamba dan khlifah Allah. Kedua,
prinsip Relevansi, yaitu sebuah kesesuaian atau keselarasan pendidikan dengan
tuntutan kehidupan. Artinya
bahwa pendidikan dipandang relevan, apabila proses dan hasil yang diperoleh
dapat berguna dan fungsional bagi kehidupan peserta didik. Relevansi tersebut
sekurang-kurangnya ada tiga hal, yakni relevansi pendidikan dengan lingkungan
hidup peserta didik, relevansi dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan
masa depan, serta relevansi dengan tuntutan dalam pekerjaan. Dalam konteks Islam, kurikulum tersebut memiliki muatan “rahmatan lil ‘alamin”.
Ketiga, prinsip efesiensi. Sebuah usaha untuk mengelola kegiatan
kurikulum agar dapat mendayagunakan tenaga, biaya dan sumber-sumber lain secara
cermat dan tepat, sehingga hasilnya memadahi dan memenuhi harapan.
Keempat, prinsip Efektifitas. Setiap kegiatan pasti berhubungan
dengan masalah sejauhmana hal-hal yang direncanakan dapat terlaksana secara
tepat waktu serta sesuai dengan harapan atau rencana awal.
Kelima, prinsip
fleksibelitas. Implikasi dari prinsin ini adalah kurikulum disusun begitu
luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi tanpa mengubah
tujuan pendidikan yang diinginkan. Prinsip ini tidak saja dilihat dari faktor
saja, melainkan juga berkenaan dengan perkembangan peserta didik (kecerdasan,
kemampuan, dan pengetahuan yang diperoleh), metode-metode belajar mengajar yang
digunakan, fasilitas-fasilitas yang tersedia, serta lingkungan yang
mempengaruhinya. Soetopo dan Wasty[1]
menambahkan bahwa prinsip fleksibilitas di sini dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan
kesempatan guru untuk mengembangkan sendiri program-program pengajan dengan
berpegang teguh pada tujuan dan bahan pengajaran di dalam kurikulum yang masih
bersifat agak umum.
Keenam, prinsip
kesinambungan. Istilah kesinambungan dimaksudkan adanya hubungan yang saling
menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan, terutama
mengenai bahan pengajaran. Pada tiap tingkat sekolah hingga perguruan tinggi,
masing-masing satu dengan yang lain mempunyai hubungan secara hirarkis fungsional.
Oleh karena itu, dalam penyusunan kurikulum hubungan fungsional hirakis
tersebut harus diperhatikan, khususnya berkaitan dengan penyusunan program
pengajaran.hal itu juga mengingat bahwa tiap lulusan sekolah pada tinggat
tertentu, di samping dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan untuk terjun
praktek di masyarakat, juga dipersiapkan untuk memasuki pendidikan ke jenjang
selanjutnya. Intinya adalah bagaimana susunan kurikulum
yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikulum
lainnya, baik secara vertikal (penjenjangan, tahapan) maupun secara horizontal.
Ketujuh,
prinsip objektifitas. Implikasi prinsip ini yaitu adanya kurikulum yang
dilakukan melalui tuntunan kebenaran ilmiah yang objektif dengan
mengesampingkan pengaruh-pengaruh emasi dan irasional.
Kedelapan, prinsip
integritas. Yaitu upaya agar kurikulum tersebut mampu menghasilkan manusia
seutuhnya, manusia yang bisa mengintegrasikan antar fakultas dzikir dan
fakultas fikir, serta manusia yang dapat menyeleraskan struktur kehidupan dunia
dan struktur kehidupan akhirat. Di sampaing itu, pengupayaan kurikulum tersebut
mencetak peserta didik yang mampu menguasai ilmu-ilmu qur’an dan ilmu-ilmu
kauni yang bertujuan mencari rida Allah. Prinsip ini
dilakukan dengan cara memadukan semua komponen-komponen kurikulum, tanpa adanya
pemenggalan satu sama lainnya.
Kesembilan, prinsip belajar seumur hidup, yakni adanya kesadaran
dan kemauan setiap manusia untuk selalu membuka diri, mengembangkan kemampuan
dan kepribadiannya melalui kegiatan belajar mengajar. Belajar tidak harus hanya
terikat dalam konteks sekolah atau yang formal saja, melainkan sebuah proses belajar
sepanjang hayat dimana pun berada. Prinsip belajar seumur hidup mengandung
makna bahwa sekolah bagi anak bukanlah satu-satunya masa untuk belajar. Namun,
di luar itu siswa dapat senantiasa belajar secara terus menerus sepanjang
hayat. Dengan prinsip ini diharapkan siswa memiliki kecakapan hidup yang lebih
baik dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zamannya.
Orientasi Kurikulum PAI
Menyikapi berbagai sambutan dan
sebutan terhadap perubahan kurikulum yang akhirnya terkesan lebih cepat -
karena memang kurikulum kita sering dinamai dengan tahun. Kurikulum 1975 - Kurikulum 1984 - Kurikulum
1994 - Kurikulum 2004 dan seterusnya setelah KTSP (sempat menggunakan nama
tanpa) kita kenal lagi Kurikulum 2013. Sehingga perubahan menyita perhatian
publik. Begitu pula para pengembang kurikulum PAI.
Padahal perhatian kita sebaiknya
diarahkan pada orientasinya. Apakah kurikulum PAI berorientasi pada pencapaian
hasil belajar yang berkualitas. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani[2],
bahwa orientasi kurikulum PAI tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, di
antaranya yaitu: 1) aspek tujuan; lebih menitikberatkan pada pencapaian target
kompetensi, berupa pengetahuan agama Islam dengan memperhatikan keragaman
potensi rohani agar dapat memaksimalkan kompetensi religiusnya.2) Aspek isi;
menekankan pada hal-hal yang bersifat tematik dan menggali sumber-sumber
belajar yang bersifat kenyataan di lingkungan siswa. Materi disusun secara sistematis, mudah dipahami, dan terhindar dari
pengulangan materi atau tumpang tindih. 3) Aspek tujuan; mentransmisikan
nilai-nilai agama Islam ke dalam bentuk kompetensi secara utuh. Kurikulum
bertujuan membekali peserta didik memiliki kesadaran baik secara normatif
maupun historis empiris. 4) Aspek guru; tenaga pendidik lebih berperan sebagai
fasilitator (guru tidak dominan) dan memanfaatkan banyak sumber belajar serta
mengadakan kerjasama yang terpadu dengan lingkungan sekitarnya. 5) Aspek siswa;
peserta didik lebih ditempatkan sebagai subjek, berperan aktif menggali potensi
rohaninya sendiri untuk lebih menyadari fungsi dan kedudukannya sebagai muslim.
6) Aspek penilaian; kegiatan pembelajaran dinilai secara komprehensif, tidak
hanya pada satu aspek saja dari suatu materi tetapi juga dengan materi-materi
yang berhubungan dengan kegiatan religiusnya. Hasil penilaian berorientasi
untuk melihat perkembangan potensi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidupnya
sebagai seorang muslim yang ideal.
Dari keenam aspek di atas,
kurikulum pendidikan agama Islam berorientasi untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt.
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Orientasi dari beriman,
berilmu, beramal dan berakhlak. Adalah upaya meningkatkan kegiatan pembelajaran
PAI, dalam rangka menemu-kenali dan menumbuh-kembangkan dimensi-dimensi potensi
tersebut yaitu (1) dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
(2) dimensi pemahaman atau penalaran serta keilmuan peserta didik terhadap
ajaran agama Islam. (3) dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang
dirasakan pesrta didik dalam menjalankan ajaran Islam. (4) dimensi penagalamannya,
dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati
atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam
dirinya untukmenggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan
nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sekolah hendaknya berkomitmen
menempatkan materi PAI sebagai pondasi utama terhadap keilmuan dan ketrampilan
yang dimiliki setiap lulusan. Keilmuan dan ketrampilan yang tinggi bila
diimbangi dengan pemahaman agama yang kuat, tidak akan mudah tergelincir pada
tindakan-tindakan pengingkaran (dzalim dan mafsadat). Dengan pendekatan pengajaran
yang tepat, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Islam akan menjadi frame
(cara pandang) setiap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di mana pun
mereka berada.
Menyadari
akan pentingnya kurikulum PAI tersebut, maka Sekolah memandang perlu adanya
penyederhanaan pokok-pokok materi dan melengkapi dengan model-model dan
strategi pengajaran yang lebih mengena pada masing-masing tujuan setiap materi.
Di sinilah tampak sekali usaha sekolah dalam mengambil inisiatif baru dan
perhatian yang besar terhadap pentingnya pendidikan PAI . Sekolah tidak mau
kehilangan daya khasnya yakni pendidikan PAI sebagai nilai tambah yang harus
disenangi dan menjadi kebutuhan oleh para siswa.
0 komentar:
Posting Komentar