SYEKH SITI JENAR
&
Paham Ajarannya
(Manunggaling Kawula Gusti)
SYEKH SITI JENAR menganut paham
manunggaling kawula gusti, disebutkan oleh Mark R.Woodward dalam kutipannya
sebagai berikut:
Sunan Giri membuka musyawarah para
wali. Dalam musyawarah itu ia mengajukan masalah Syekh Siti Jenar. Ia
menjelaskan bahwa Syekh Siti Jenar telah lama tidak kelihatan bersembahyang
jamaah di mesjid. Hal ini bukanlah perilaku seorang yang normal. Syekh Maulana
Maghribi berpendapat, hal itu akan menjadi contoh yang kurang baik dan bisa
membuat orang mengira wali teladan meninggalkan syariah Nabi Muhammad. Sunan
Giri kemudian mengutus dua orang santrinya ke goa tempat Syekh Siti Jenar
bertapa dan memintanya untuk datang ke mesjid. Ketika mereka tiba, mereka
diberitahu, hanya Allah yang ada dalam goa. Mereka kembali ke mesjid untuk
melapor kan hal ini kepada Sunan Giri dan para wali lainnya. Sunan Giri
kemudian menyuruh mereka kembali ke goa dan menyuruh Allah untuk segera menghadap
para wali. Kedua santrinya itu kemudian diberitahu, Allah tidak ada dalam goa
yang ada hanya Syekh Siti Jenar.
Mereka kembali ke Sunan Giri untuk
kedua kalinya. Sunan Giri menyuruh mereka meminta datang baik Allah maupun
Syekh Siti Jenar. Kali ini Siti Jenar keluar goa dan dibawa ke mesjid menghadap
para wali. Ketika ia tiba Siti Jenar memberi hormat kepada para wali yang tua
dan menjabat tangan wali yang muda. Ia diberitahu bahwa dirinya diundang ke
sini untuk menghadiri musyawarah para wali tentang doktrin sufi.
Di dalam musyawarah ini Syekh Siti
Jenar menjelaskan doktrin kesatuan makhluk, yaitu dalam pengertian akhir hanya
Allah yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa
digambarkan antara Allah, manusia dan segala ciptaan lainnya. Sunan Giri
mengatakan doktrin itu benar, tetapi ia meminta jangan diajarkan karena bisa
membuat kosong mesjid dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahhwa
ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang
bodoh dan kafir.[1]
Jika demikian yang
menjadi masalah bukan substansi ajaran Syekh Siti Jenar, tetapi penyampaiannya
kepada masyarakat luas. Menurut Sunan Giri, paham Syekh Siti Jenar belum boleh atau
bisa disampaikan kepada masyarakat luas begitu saja, sebab karena dapat membingungkan. Apalagi saat itu masih banyak
yang baru saja memeluk agama Islam.
Berikut
kutipan percakapan Sunan Giri dengan Syekh Siti Jenar dalam buku Siti Jenar
terbitan Tan Khoen Swie:
Syekh
Siti Jenar berkata,“Untuk apa kita
membuat binggung, untuk apa kita mempersulit ilmu?”
Sunan
Giri berkata,”Benar apa yang Anda
ucapkan, tetapi Anda bersalah besar, karena berani membuka ilmu rahasia secara
tidak semestinya.”
Hakikat Tuhan langsung diajarkan
tanpa ditutup-tutupi. Itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya
dianugerah kepada mereka yang benar-benar telah matang. tak boleh diberikan
begitu saja kepada setiap orang.
Karena
itulah ketika Syekh Siti Jenar masih menjadi murid Sunan Giri, telah
berkali-kali meminta di ajarkan ilmu hakikat. Namun Sunan Giri enggan
memberikannya karena melihat gelagat yang kurang baik pada diri Syekh Siti
Jenar. Syekh Siti Jenar tidak pernah kehilangan cara untuk menggali ilmu
hakikat.
Akhirnya
secara sembunyi-sembunyi mencari kesempatan mendengarkan wejangan Sunan Giri
kepada murid-murid yang lain. Dengan cara demikian Syekh Siti Jenar mengetahui
ilmu yang diajarkan Sunan Giri hingga akhirnya ia mendirikan majelis ilmu dan
mengajarkannya kepada masyarakat luas. Ilmu yang seharusnya tidak disampaikan
secara luas kepada masyarakat awam bahkan baru saja memeluk agama Islam.
Kebanyakan mereka belum siap dengan ilmu agama dan keimanan yang masih lemah. Sehingga
ajaran Syekh Siti Jenar sering menimbulkan penafsiran yang beragam dan dianggap
meresahkan masyarakat. Karena tidak sedikit pengikutnya yang berperilaku aneh dan
melakukan tindakan-tindakan anarkis kala itu.[S3J]
0 komentar:
Posting Komentar