SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

SYEKH SITI JENAR Faktual atau Imajiner?

Selasa, 18 November 2014 |



SYEKH SITI JENAR
Faktual atau Imajiner?









BERAGAM versi tentang cerita Syekh Siti Jenar, baik tentang nama maupun muasalnya mengundang kontroversi tentang keberadaannya. Apakah betul-betul sosok yang nyata atau hanya imajiner? R. Tanojo[1] dalam Riwayat Wali Sanga Babad Djati diungkapkan bahwa,

“Berganti yang diceritakan, adalah seorang wali yang amat pandai, bernama Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemahbang, tinggal di desa Krendhsawa, dulunya berasal dari rakyat biasa, memperoleh anugerah Ilahi, dapat menguasai ilmu tertinggi berasal dari Kanjeng Susuhunan Bonang, yaitu pada waktu beliau mengajarkan ilmu wirid kepada Kanjeng Susuhunan Kalijaga di tengah rawa di atas perahu.”

Tentang keberadaan masih dalam perdebatan. Karena tidak ada sumber yang mengungkap secara jelas dengan fakta dan data yang lengkap sebagaimana layak sejarah. Tempat dan tanggal lahir serta meninggalnya. Keturunan dari ayah dan ibu. Sanak keluarga dan keturunannya jika ada.
Lepas dari itu semua agaknya yang tidak dipertentangkan adalah perihal paham keagamaan yang menjadi esensi cerita Syekh Siti Jenar sebagai sosok sufi yang kontroversial. Paham keagamaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa yang dikenal dengan sebutan manunggaling kawulo gusti yang berarti menyatunya manusia dengan Tuhan. Paham yang telah berkembang dari kalangan Sufi Persia bernama Al-Hallaj. Karena berkembang dengan istilah Jawa, maka diperlukan sosok yang dapat dianggap sebagai pembawa ajaran ini.
Sebagaimana Umar Hasyim[2] seperti dikutip MB.Rahimsyah AR (2011) mengatakan bahwa peristiwa Siti Jenar hanyalah khalayan dan Siti Jenar hanyalah tokoh yang diadakan saja untuk menyatakan pertentangan antara paham tashawuf Wihdatul Wujud dengan faham yang benar-benar menurut sunah Rasul. Faham Wihdatul Wujud atau ittihad atau tahallul yang dalam falsafah kejawen dinamakan manunggaling kawula gusti adalah SESAT. Tuhan (gusti) adalah bersatu (manunggal) dengan makhluk (kawula), dan tentunya falsafah ini adalah kufur. Maka cerita Siti Jenar diadakan untuk memperingatkan kepada masyarakat bahwa ajaran manunggaling kawula gusti itu sesat dan berbahaya bagi ajaran tauhid.[S3J]


[1] ibid, hal 24-25 dan 109
[2] ibid, hal 109

0 komentar:

Posting Komentar