Hasutan
SYEKH SITI JENAR
SYEKH SITI JENAR diceritakan
tidak hanya menyampaikan ajaran yang kontroversial tetapi juga memiliki catatan
kegiatan yang melawan pemerintah yang sah. Seperti di Pengging Siti Jenar telah
menghasut Adipati Handayaningrat yang dikenal dengan Ki Kebokenongo untuk
melawan Sultan Demak. Rakyat Pengging membuat senjata sendiri sebagai persiapan
untuk melawan raja dan mendirikan kerajaan baru yang akan menggantikan Demak.
Sehingga menyebabkan Pengging akhirnya ditumpas ketika menunjukkan gejala ke
arah pemberontakan.
Penyerbuan
tentara Demak ke Pengging yang dipimpin oleh Sunan Kudus telah menyembabkan
Handayaningrat. Walaupun dengan serangan tentara yang tidak besar, namun dengan
taktik lihai Sunan Kudus dapat melumpuhkan kekuatan Pengging. Kelumpuhan
Pengging berdampak pada penyebaran ajaran Syekh Siti Jenar menjadi terhenti. Kondisi
ini merupakan pukulan telak bagi Syekh Siti Jenar.
Syekh
Siti Jenar tidak kehilangan cara, dia kemudian menghasut Pangeran Carbon di
Cirebon. Pangeran Carbon adalah Panglima tentara Cirebon yang dihasutnya untuk
merebut tahta Cirebon. Beserta penguasa wilayah lainnya serangan disusun dan
dipersiapkan. Namun seperti halnya Pengging, upaya merebut Cirebon juga dapat
digagalkan. Ajaran paham Syekh Siti Jenar kembali mengalami hambatan.
Ajaran
paham Syekh Siti Jenar dianggap memiliki paham yang aneh. Ia menganggap hidup
di dunia ini sebagai siksa, sehingga tindakannya acapkali menunjukkan sikap
orang yang seolah tidak tahan hidup. Lihat saja tingkah laku pengikutnya bila
berada di ruang publik seperti pasar, tempat pertemuan, lapangan, jalan dan
lain-lain. Tidak jarang mereka membuat ulah sehingga menimbulkan perkelahian
dan tindak anarkis sehingga menelan korban. Di jalan misalnya ketika berpapasan
dengan orang lain, mereka cenderung tidak mau menyisih dan memancing kemarahan.
Bila orang menyisihpun mereka justru menjegalnya agar terjadi perkelahian.
Tidak jarang mereka menggunakan senjata tajam agar bisa lebih cepat mati. Sikap
yang tidak patut ditiru. Tabiat yang buruk dalam kehidupan bermasyarakat.
Memang
para pengikut Syekh Siti Jenar, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tabiat
yang relatif sama yaitu, angkuh, suka membuat gaduh, tidak jarang merampok dan
berkelahi. Bila terjadi tindak kriminal, hampir selalu ada pengikut Syekh Siti
Jenar yang menjadi biangnya. Jika ditangkap dan diamankan mereka lebih memilih
bunuh diri dalam tahanan. Jawaban mereka terkesan angkuh dan acap membuat kesal
petugas, seperti,”Kami adalah murid Syekh Siti Jenar yang sudah banyak mengunyah ilmu.
Peduli kata orang lain, hidup di dunia ini hanya menjalani kematian. Kami telah
bosan dan jenuh menyaksikan bangkai bernyawa yang bertebaran disana sini. Dunia
ini hanya dipenuhi mayat.”
Mereka
juga mengejek orang yang melakukan shalat. Mereka beranggapan mengapa orang
mati diajari shalat untuk menyembah dan mengagungkan nama-Nya, padahal di dunia
ini orang tidak pernah melihat Tuhan.
Ajaran
dari paham yang mempengaruhi ulah para pengikut Syekh Siti Jenar ini telah
mengganggu ketertiban Demak. Demak menjadi tidak tentram kala itu. Hal ini
memaksa Sultan Demak m,elibatkan para ulama dan mengutus dua santri terbaiknya dalam
berdebat yaitu Syekh Domba dan Pengerat Bayat untuk menemui Syekh Siti Jenar.
Namun keduanya tidak berhasil melayani debat Syekh Siti Jenar. Bahkan para
ulama kecuali Sunan Kalijaga.
Syekh
Domba justru sangat kagum terhadap uraian dan kedalaman ilmu Syekh Siti Jenar.
Syekh Domba diam-diam mengakui kebenaran paham ajaran Syekh Siti Jenar dan
bermaksud menyatakan diri menjadi muridnya. Namun untunglah Pangeran Bayat mencegahnya
karena sebelumnya dapat mencium dan menangkap keadaan tersebut. Syekh Domba yang
terpengaruh ketika Syekh Siti Jenar memberikan uraian perihal ilmu hakikat yang
dikuasainya.
Ringkas
cerita kedua utusan segera kembali ke Demak untuk memberikan laporan. Mereka
berdua memberikan laporan perihal peristiwa yang dihadapi dan saksikan. Tentang
ajaran dan keangkuhan Syekh Siti Jenar mempertahankan sikapnya. Sultan kemudian
bermusyawarah dengan para ulama dan mengambil keputusan untuk memanggil Syekh
Siti Jenar ke Istana. Lima orang diutus menemui Syekh Siti Jenar, yaitu Sunan
Ngudung, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Geseng, dan Sunan Bonang
sebagai pimpinan rombongan. Rombongan ulama juga diikuti oleh empat puluh
santri yang dipersenjatai. Kondisi ini dipersiapkan jika keadaan memaksa.
Perdebatan
sengit akhirnya tidak bisa dihindari ketika kelima ulama sebagai utusan Raja
Demak bertemu dengan Syekh Siti Jenar. Perdebatan semakin sengit sampai
akhirnya Sunan Kalijaga mengeluarkan ancaman agar Syekh Siti Jenar bersedia
dijemput ke Istana. Akan tetapi Syekh Siti Jenar tidak bergeming, ia tetap
tidak bersedia ke Demak walau dibunuh sekalipun. Menurutnya ulama dan raja
tiada bedanya dengan dirinya. Tulang sama-sama dibalut oleh daging. Darah dan
daging sama-sama dibalut kulit, lalu apa yang ditakuti? Semuanya akan menjadi
bangkai. Syekh Siti Jenar pun memilih MATI dengan berkonsentrasi menutup jalan
hidupnya dan kemudian meninggal dunia. [S3J]