SELAMAT DATANG DI BLOG RUMAH INSAN BELAJAR || BAGI YANG INGIN MEMPUBLIKASI ULANG MENGENAI ISI DARI BLOG INI HARAP CANTUMKAN LINK SUMBER DAN PENULIS. TRIM'S

KURIKULUM 4D

Minggu, 07 Desember 2014 |



Kurikulum 4 Dimensi




EMPAT DIMENSI kurikulum dalam proses pengembangan yang merupakan kesuluruhan yang saling berhubungan tetapi memerlukan perhatian dan manajemen khusus. Keempat komponen kurikulum tersebut menurut Said Hamid Hasan[1] adalah: Kurikulum dalam dimensi ide; Kurikulum dalam dimensi dokumen; Kurikulum dalam dimensi proses; Kurikulum dalam dimensi hasil.

Kurikulum dalam dimensi Ide
          Kurikulum dalam dimensi ide memuat dua landasan yaitu: landasan filosofis dan landasan teoritis kurikulum.
Pertama, landasan filosofis dimaksudkan dengan filosofi pendidikan yang digunakan dalam mengembangkan arah dan orientasi kurikulum. Aspek filosofis menentukan identifikasi permasalahan kurikulum dan rumusan jawabannya.  Dari sini akan terlihat, apakah kurikulum yang dikembangkan ini akan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam disiplin ilmu, teknologi, agama, permasalahan sosial-budaya-ekonomi, kebangsaan, hukum, dan kebutuhan masyarakat lainnya. Kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan apakah kurikulum tersebut merupakan kurikulum esensial, perenialis, humanistis, progresif, ataukah rekonstruksi sosial.
Kedua, dimensi ide juga memuat teori belajar, model dan desain kurikulum yang digunakan. Logikanya kurikulum yang dikembangkan harus mencapai tujuan pendidikan nasioanl dan merupakan konstribusi lembaga pendidikan terhadap tujuan pendidikan. Kedua landasan ini digunakan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan suatu jenjang pendidikan.

Kurikulum dalam dimensi Dokumen
Dimensi dokumen kurikulum memuat komponen seperti: tujuan, konten, proses, dan assesment. Dari beberapa literatur kurikulum menyebutkan dimensi ini dengan istilah curriculum as intention/intended  atau planed.

Kurikulum dalam dimensi Proses
Dimensi proses adalah implementasi dari dimensi dokumen. Pada wilayah pelaksanaan ini bisa saja sama tetapi mungkin juga berbeda dengan yang direncanakan dalam dokumen. Dimensi proses kerap disebut curriculum as implemented, observed, atau reality. Pengertian kurikulum yang dikemukakan dalam UU nomor 20 tahun 2003 berkenaan dengan dimensi kurikulum sebagai dokumen dan proses.
Kurikulum dalam dimensi Hasil
Dimensi hasil merupakan tolak ukur apakah tujuan kurikulum tercapai. Dimensi hasil adalah apa yang dimiliki peserta didik, berkenaan dengan upayanya mengembangkan potensi diri. Dimensi hasil sangat kritikal dalam menentukan keberhasilan suatu kurikulum dan oleh karena itu alat evaluasi untuk kurikulum sebagai hasil haruslah memiliki tingkat validitas kurikulum (curriculum validity) yang tinggi bukan hanya sekedar validitas konten. Validitas kurikulum menunjukkan tingkat kesesuaian ruang lingkup tujuan kurikulum (pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, nilai, kebiasaan) dengan ruang lingkup alat evaluasi yang digunakan. validitas konten menunjukkan tingkat kesesuaian ruang lingkup suatu konten (konsep, teori, nilai, kebiasaan) dengan ruang lingkup butir-butir pertanyaan suatu tes.


[1] Said Hamid Hasan, op.cit. hlm.135



kurikulum ideal, AKTUAL & TERSEMBUNYI






Kurikulum Tersembunyi
Kurikulum tidak hanya sebatas hal yang tampak, ada yang tersembunyi tetapi memiliki peran yang signifikan
bagi proses pendidikan dan peserta didik
(Allan A.Glatthorn,1987:20)


Kita mengenal beberapa macam kurikulum berikut konsep dan cara pelaksanaannya:
Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum;
Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan. Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar; dan Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.

HIDDEN CURRICULUM, berarti kurikulum tersebunyi demikian kurikulum implisit ini dikenal banyak orang. Tersembunyi artinya tidak terlihat atau tidak dapat diindra. Tetapi tersembunyi bukan berarti tidak ada. Kurikulum tersembunyi adalah suatu bentuk transfer belajar dan transformasi akhlak yang desainnya tidak terencana secara tampak dan tertulis tetapi berengaruh kuat dalam proses pembelajaran maupun terhadap hasil belajar peserta didik.
          Dakir[1] dan beberapa ahli berikut mengungkapkan berbagai terminologi tentang Hidden Curriculum. Dakir (2010) mengatakan bahwa kurikulum tersembunyi adalah kurikulum yang tidak direncanakan, tidak di program, dan tidak dirancang, tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap out put dari proses belajar mengajar.
          Valance (1973) mengatakan bahwa hidden curriculum  meliputi yang tidak dipelajari dari program sekolah yang non akademik.        Kohelberg (1970) mengatakan bahwa  hidden curriculum  sebagai hal yang berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam mentransformasikan standar moral.


Variabel Kurikulum
Tersembunyi

KURIKULUM  tidak hanya sebatas pada komponen-komponen yang tampak dan tertulis saja. melainkan sangat luas meliputi hal-hal yang tidak tampak atau tersembunyi.
Allan A.Glatthorn [2] bahwa kurikulum tidak hanya sebatas hal-hal yang tampak. Ada hal lain yang disebut kurikulum tersembunyi yang memberikan peran signifikan bagi proses pendidikan peserta didik. Dengan kata lain, unsur-unsur tersebut mencakup lingkungan, kultur, kebijakan sekolah, dan lainnya. Hal-hal demikian diakui maupun tidak, memberikan sumbangsih bagi perubahan pendidikan anak didik selama proses belajar. Hal demikian bukan tidak mungkin akan melebihi perannya ketimbang unsur-unsur yang tampak.
          Jika demikian, kurikulum tersembunyi tidak boleh diabaikan perannya. Kurikulum implisit ini memiliki peran penting dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar dalam melahirkan peserta didik yang sesuai ekspketasi masyarakat sebagai pengguna. Glatthorn[3] mencermati hal tersebut dan menjelaskan tiga variabel penting yang menjadi bagian integral dari hidden curriculum, yaitu: Organisasi, Sistem sosial, budaya.
Organisasi
Penugasan guru atau pendidik dan pengelompokan anak didik atau peserta didik untuk proses pembelajaran. Hal ini mencakup empat hal penting yang layak menjadi perhatian serius, yakni team teaching, promosi (kenaikan kelas), pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan, dan fokus kurikulum.
Team teaching, merupakan salah satu kebijakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan terbaik sehingga guru betul-betul mengajar sesuai disiplin masing-masing. Terkait promosi (kenaikan kelas), ini berkenaan pencapaian individu siswa, sebut saja prestasi akademik dan sikap siswa. Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan-kemampuan lainnya juga penting diperhatikan. Fokus kurikulum penting diperhatikan, sebab ini mempermuddah proses belajar mengajar dalam kelas.
Sistem Sosial
Sistem sosial, yaitu suasana sekolah yang dideskrisikan dari pola-pola hubungan semua komponen. Pola tersebut mencakup hubungan antara guru dan tenaga administrasi, keterlibatan kepala sekolah dalam pembelajaran, keterlibatan guru dalam proses pengambilan keputusan, hubungan yang baik antar sesama guru, hubungan guru dan siswa, serta hubungan kelompok-kelompok lain yang juga mendukung dinamika pendidikan dalam sekolah.
Budaya.
Dimensi sosial yang berhubungan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan struktur kognitif. Berbagai halsebagai bagian dari hidden curriculum adalah sebagai berikut:
a. Rumusan tujuan sekolah yang jelas dan dapat dipahami semua unsur sebagai hasil kesepakatan antara pengelola administrasi dan guru;
b. Pengelola administrasi mempunyai harapan tinggi pada guru dan begitu pula dengan tenaga administrasi;
c. Pengelola administrasi dan guru mempunyai harapan baik peserta didik yang diartikulasikan dengan penguatan pelayanan akademik;
d. Pemberian hadiah pada mereka yang mencapai prestasi terbaik dan pemberian hadiah serta hukuman yang dilakukan secara fair dan konsisten kepada peserta didik.
Atas dasar pemetaan tersebut, Rosyada[4] menyatakan bahwa kurikulum yang mengantarkan siswa sesuai harapan idealnya, tidak cukup hanya kurikulum yang dipelajari saja (written curriculum), tapi juga hidden curriculum  yang  secara teoretik sangat rasional memppengaruhi ssiswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, pola interaksi guru dengan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta manajemen pengelolaan sekolah secara lebih luas dan perilaku dari semua komponen sekolah dalam hubungan interaksi vertical dan horizontal mereka. Sedangkan kurikulum yang dipelajari terbatas pada kurikulum tertulis yang disusun sedemikian rupa secara sistematis, dengan rumusan-rumusan kompetensi standar serta indikator-indikator kompetensi yang terukur, dan materi belajar yang sesuai untuk mencapai indikator-indikator kompetensi tersebut.



[1] Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Rineka Cipta: Jakarta, 2010 hlm,8
[2] Allan A.Glatthorn, Curriculum Leadership (Illinois: Scott Foresman and Company 1987, hlm 20- sepeti yang dikutip Moh.Amin , Panduan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.DIVA Press, Jogjakarta,2012:hlm,27
[3] ibid, hlm 28
[4] Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004:32



kurikulum dalam konsep ideal









konsep-konsep ideal yang menjadi rujukan pengembang kurikulum biasanya telah terpetakan dalam beberapa indikator. Beragam pandangan muncul tentang indikator-indikar tersebut. Namun, mengingat keterbatasan ruang dan waktu, kita hanya membahas indikator-indikator yang sangat penting diperhatikan sebagai rujukan sekolah keluar dari kondisi semula. Berikut indikator-indikator konsep ideal yang mempengaruhi proses peengembangan kurikulum,
A.  Kompentesi Lulusan.
Pada bagian ini kita bisa melihat pada kompetensi inti, seperti kompetensi pengetahuan yang idealnya tersaji secara terpadu dan saling berkaitan. Tetapi faktanya masih disajikan secara terpisah dalam tema yang lepas tidak saling berhubungan. Kompetensi keterampilan yang ideal harus dikemas sesuai dengan potensi yang dimiliki sebagai kebutuhan peserta didik. Tetapi nyatanya sekolah belum mampu menyiapkan keterampilan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
          Kemudian pada kompetensi nilai dan sikap, baik nilai religius maupun sikap sosial yang ideal mencerminkan karakter mulia, namun kondisi riilnya masih belum mencerminkan kondisi tersebut.
B.   Materi Pembelajaran.
Pada materi pembelajaran idealnya pengetahuan akademik yang disajikan mesti terhubung dengan pengalaman emperik sebagai pengalaman riil mereka sehari-hari. Materi juga harus relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan peserta didik. Tetapi lagi-lagi kondisi saat ini belum mampu mencapai kondisi ideal tersebut. Begitu pula dengan beban belajar yang kini masih terlalu berat padahal mestinya tersaji hanya materi esensial. Materi pembelajaran yang idealnya harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak, harus segera keluar dari kondisi kini yang masih terlalu luas dan kurang mendalam.
C.   Proses Pembelajaran.
Proses pembelajaran yang idealnya berpusat pada peserta didik (student centered active learning). Dikemas dalam pembelajaran yang bersifat kontekstual. Buku teks yang memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan. Namun nyatanya kondisi saat ini pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered learning). Pembelajaran yang masih berorientasi pada buku teks. Buku teks hanya memuat materi bahasan.
D.  Penilaian.
Penilaian idealnya menekankan pada semua aspek secara proporsional antara aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Serta keterampilan yang relevan dengan potensi dan kebutuhan peserta didik. Namun saat ini penilaian masih menekankan hanya pada aspek kognitif saja. Cara penilaiannya pun didominasi oleh test saja.
E.   Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang idealnya sesuai standart profesi, pedagogik, sosial dan kepribadian. Memiliki komitmen yang kuat, dedikasi yang tinggi dan mampu menjadi inspirasi dalam perubahan. Menjadi agen perubahan itu sendiri. Namun kondisi saat ini standar profesi saja masih sulit terpenuhi apalagi standar lainnya. Melakukan perubahan pada diri sendiri saja masih belum memadai apalagi menempatkan diri sebagai pelopor perubahan. Standar tertinggi masih berada ukuran kinerja PTK sebagai fokus sasaran perubahan.
F.    Budaya Sekolah.
Budaya sekolah merupakan buah dari tingkat pemahaman dan kepatuhan warga sekolah terhadap norma, nilai-nilai, keyakinan, ritual, tradisi, mite yang sekolah miliki menyebabkan tradisi, penampilan fisik, dan prestasi sekolah berbeda-beda.
          Keberhasilan mengembangkan budaya sekolah ditentukan dengan efektivitas komunikasi dan interaksi kepala sekolah dengan pemangku kepentingan sehingga membangkitkan kepatuhan, disiplin, dan motif berpartisipasi  untuk mewujudkan keunggulan. Tingkat pemahanan dan kepatuhan pada norma, nilai, dan keyakinan sekolah diperoleh melaui proses belajar. Sekolah merupakan organisasi bagi pembelajaran.
          Namun faktanya tidak sedikit sekolah yang belum memahami pentingnya budaya sekolah ini. Belum semua sekolah memanfaatkan dan memiliki program pengembangan secara terencana, terukur secara efektif. Walaupun sangat banyak sekolah  mempunyai perhatian yang tinggi dalam membangun hubungan harmonis demi terbentuknya norma, keyakinan, sikap, karakter, dan motif berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir warga sekolah yang positif. Namun sayangnya kenyataan itu tidak terekam dalam dokumen sekolah program pengembangan budaya sekolah.
G.  Hidden Curriculum.
Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh, akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik.
          Hidden Curriculum, dimaknai sebagai kurikulum tersebunyi demikian kurikulum implisit ini dikenal banyak orang. Tersembunyi artinya tidak terlihat atau tidak dapat diindra. Tetapi tersembunyi bukan berarti tidak ada. Kurikulum tersembunyi adalah suatu bentuk transfer belajar dan transformasi akhlak yang desainnya tidak terencana secara tampak dan tertulis tetapi berengaruh kuat dalam proses pembelajaran maupun terhadap hasil belajar peserta didik.
          Nyatanya kurikulum tersembunyi ini sering diabaikan pengaruhnya. padahal pengaruhnya sangat besar bagi terbentuknya kepribadian dan karakter peserta didik. Hidden Currriculum merupakan kurikulum yang tidak direncanakan, tidak di program, dan tidak dirancang, tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap budaya sekolah dan peserta didik. Pendidikan moral, akhlak, karakter peserta didik tidak bisa lepas dari peran guru dalam mentransformasikan standar moral.
H.  Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan dalam konteks satuan pendidikan merupakan suatu pendekatan, alat, teknik dan proses pengelolaan sumber daya sekolah dalam upaya menghadapi tantangan perubahan. Bagaimana warga sekolah dapat membawa sekolah menuju keadaan baru yang lebih baik. Tantangan perubahan pasti dan selalu menghadapi penolakan. Pelopor perubahan akan selalu berhadapan dengan penentang perubahan. Idealnya manajemen perubahan harus mampu merubah keadaan tersebut menjadi berubah. Sehingga penentang perubahan berubah menjadi pelopor perubahan.
          Kondisi saat ini kepala sekolah sering sekali memahami keadaan tersebut sebagai hambatan dan tantang belaka. Bahkan masalah sering dijadikan pembenaran atas kegagalan dan ketidakmampuan menghadapi tantangan perubahan. Padahal peran kepala sekolah sangat strategis dalam penentu keberhasilan. Kepala merupakan pelopor perubahan itu sendiri.Manajer perubahan sekaligus pengembang budaya sekolah.
I.      Kepemimpinan Pembelajaran.
          Kepemimpinan pembelajaran identik dengan sikap dan tindakan yang terlahir dari buah pikiran dan cara pandang kepala sekolah dalam mengembangkan budaya satuan pendidikannya. Kepemimpinan pembelajaran idealnya  diawali oleh tindakan kepala sekolah dalam menciptakan iklim sekolah yang mampu memberikan jaminan terjadinya pembelajaran yang berkualitas.
          Namun faktanya kepala sekolah sering mengabaikan peran pentingnya lagi strategis itu. Sehingga kepala sekolah sering kehilangan kepekaan dalam menjaga daya adaptasi terhadap perubahan. Kepala sekolah tidak menyadari bahwa dirinyalah penentu utama keberhasilan sekolah.
J.      Pengelolaan Kurikulum
Ideal Pengelolaan Kurikulum berada pada tingkat pemerintah pusat dan daerah serta satuan pendidikan. Pada tingkat pusat dan daerah memiliki kekuatan kendali  yang mumpuni dalam mempengaruhi implementasi kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Satuan pendidikan mestinya telah memiliki kemampuan dan kemauan yang kuat dalam mengembangkan dan menyusun kurikulum dengan pertinmbangan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah. Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman.
          Namun kondisi saat ini masih terdapat satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum. Masih terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik dan apalagi potensi daerah. Pemerintah hanya menyiapkan standar isi mata pelajaran. [KII]