kurikulum
dalam konsep ideal
konsep-konsep
ideal
yang menjadi
rujukan pengembang kurikulum biasanya telah terpetakan dalam beberapa
indikator. Beragam pandangan muncul tentang indikator-indikar tersebut. Namun,
mengingat keterbatasan ruang dan waktu, kita hanya membahas indikator-indikator
yang sangat penting diperhatikan sebagai rujukan sekolah keluar dari kondisi
semula. Berikut indikator-indikator konsep ideal yang mempengaruhi proses
peengembangan kurikulum,
A.
Kompentesi
Lulusan.
Pada bagian ini kita bisa melihat pada kompetensi
inti, seperti kompetensi pengetahuan
yang idealnya tersaji secara terpadu dan saling berkaitan. Tetapi faktanya
masih disajikan secara terpisah dalam tema yang lepas tidak saling berhubungan.
Kompetensi keterampilan yang ideal harus
dikemas sesuai dengan potensi yang dimiliki sebagai kebutuhan peserta didik.
Tetapi nyatanya sekolah belum mampu menyiapkan keterampilan yang sesuai dengan
potensi dan kebutuhan peserta didik.
Kemudian
pada kompetensi nilai dan sikap, baik nilai religius maupun sikap sosial yang
ideal mencerminkan karakter mulia, namun kondisi riilnya masih belum
mencerminkan kondisi tersebut.
B.
Materi
Pembelajaran.
Pada materi pembelajaran idealnya pengetahuan
akademik yang disajikan mesti terhubung dengan pengalaman emperik sebagai
pengalaman riil mereka sehari-hari. Materi juga harus relevan dengan kompetensi
yang dibutuhkan peserta didik. Tetapi lagi-lagi kondisi saat ini belum mampu
mencapai kondisi ideal tersebut. Begitu pula dengan beban belajar yang kini
masih terlalu berat padahal mestinya tersaji hanya materi esensial. Materi
pembelajaran yang idealnya harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak, harus
segera keluar dari kondisi kini yang masih terlalu luas dan kurang mendalam.
C.
Proses
Pembelajaran.
Proses pembelajaran yang idealnya berpusat pada
peserta didik (student centered active
learning). Dikemas dalam pembelajaran yang bersifat kontekstual. Buku teks
yang memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi
yang diharapkan. Namun nyatanya kondisi saat ini pembelajaran masih berpusat
pada guru (teacher centered learning).
Pembelajaran yang masih berorientasi pada buku teks. Buku teks hanya memuat
materi bahasan.
D.
Penilaian.
Penilaian idealnya menekankan pada semua aspek
secara proporsional antara aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Serta
keterampilan yang relevan dengan potensi dan kebutuhan peserta didik. Namun
saat ini penilaian masih menekankan hanya pada aspek kognitif saja. Cara
penilaiannya pun didominasi oleh test saja.
E.
Pendidik
dan Tenaga Kependidikan.
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang
idealnya sesuai standart profesi, pedagogik, sosial dan kepribadian. Memiliki
komitmen yang kuat, dedikasi yang tinggi dan mampu menjadi inspirasi dalam
perubahan. Menjadi agen perubahan itu sendiri. Namun kondisi saat ini standar
profesi saja masih sulit terpenuhi apalagi standar lainnya. Melakukan perubahan
pada diri sendiri saja masih belum memadai apalagi menempatkan diri sebagai
pelopor perubahan. Standar tertinggi masih berada ukuran kinerja PTK sebagai
fokus sasaran perubahan.
F.
Budaya
Sekolah.
Budaya sekolah merupakan buah dari tingkat pemahaman
dan kepatuhan warga sekolah terhadap norma, nilai-nilai, keyakinan, ritual,
tradisi, mite yang sekolah miliki menyebabkan tradisi, penampilan fisik, dan
prestasi sekolah berbeda-beda.
Keberhasilan
mengembangkan budaya sekolah ditentukan dengan efektivitas komunikasi dan
interaksi kepala sekolah dengan pemangku kepentingan sehingga membangkitkan
kepatuhan, disiplin, dan motif berpartisipasi
untuk mewujudkan keunggulan. Tingkat pemahanan dan kepatuhan pada norma,
nilai, dan keyakinan sekolah diperoleh melaui proses belajar. Sekolah merupakan
organisasi bagi pembelajaran.
Namun
faktanya tidak sedikit sekolah yang belum memahami pentingnya budaya sekolah
ini. Belum semua sekolah memanfaatkan dan memiliki program pengembangan secara
terencana, terukur secara efektif. Walaupun sangat banyak sekolah mempunyai perhatian yang tinggi dalam
membangun hubungan harmonis demi terbentuknya norma, keyakinan, sikap,
karakter, dan motif berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir warga
sekolah yang positif. Namun sayangnya kenyataan itu tidak terekam dalam dokumen
sekolah program pengembangan budaya sekolah.
G.
Hidden
Curriculum.
Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum),
yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi
kurikulum faktual. Segala sesuatu itu bisa berupa pengaruh guru, kepala
sekolah, tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri.
Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas, sebagai contoh,
akan menjadi kurikulum tersembunyi yang akan berpengaruh kepada pembentukan
kepribadian peserta didik.
Hidden
Curriculum, dimaknai sebagai kurikulum tersebunyi demikian kurikulum
implisit ini dikenal banyak orang. Tersembunyi artinya tidak terlihat atau
tidak dapat diindra. Tetapi tersembunyi bukan berarti tidak ada. Kurikulum
tersembunyi adalah suatu bentuk transfer belajar dan transformasi akhlak yang
desainnya tidak terencana secara tampak dan tertulis tetapi berengaruh kuat
dalam proses pembelajaran maupun terhadap hasil belajar peserta didik.
Nyatanya kurikulum tersembunyi ini
sering diabaikan pengaruhnya. padahal pengaruhnya sangat besar bagi
terbentuknya kepribadian dan karakter peserta didik. Hidden Currriculum merupakan kurikulum yang tidak direncanakan,
tidak di program, dan tidak dirancang, tetapi mempunyai pengaruh baik secara
langsung atau tidak langsung terhadap budaya sekolah dan peserta didik. Pendidikan
moral, akhlak, karakter peserta didik tidak bisa lepas dari peran guru dalam
mentransformasikan standar moral.
H.
Manajemen
Perubahan
Manajemen perubahan dalam konteks satuan pendidikan
merupakan suatu pendekatan, alat, teknik dan proses pengelolaan sumber daya sekolah
dalam upaya menghadapi tantangan perubahan. Bagaimana warga sekolah dapat
membawa sekolah menuju keadaan baru yang lebih baik. Tantangan perubahan pasti
dan selalu menghadapi penolakan. Pelopor
perubahan akan selalu berhadapan dengan penentang perubahan. Idealnya
manajemen perubahan harus mampu merubah keadaan tersebut menjadi berubah. Sehingga penentang perubahan berubah menjadi
pelopor perubahan.
Kondisi
saat ini kepala sekolah sering sekali memahami keadaan tersebut sebagai
hambatan dan tantang belaka. Bahkan masalah sering dijadikan pembenaran atas
kegagalan dan ketidakmampuan menghadapi tantangan perubahan. Padahal peran
kepala sekolah sangat strategis dalam penentu keberhasilan. Kepala merupakan
pelopor perubahan itu sendiri.Manajer perubahan sekaligus pengembang budaya
sekolah.
I.
Kepemimpinan
Pembelajaran.
Kepemimpinan
pembelajaran identik dengan sikap dan tindakan yang terlahir dari buah pikiran dan
cara pandang kepala sekolah dalam mengembangkan budaya satuan pendidikannya.
Kepemimpinan pembelajaran idealnya diawali
oleh tindakan kepala sekolah dalam menciptakan iklim sekolah yang mampu
memberikan jaminan terjadinya pembelajaran yang berkualitas.
Namun
faktanya kepala sekolah sering mengabaikan peran pentingnya lagi strategis itu.
Sehingga kepala sekolah sering kehilangan kepekaan dalam menjaga daya adaptasi
terhadap perubahan. Kepala sekolah tidak menyadari bahwa dirinyalah penentu utama
keberhasilan sekolah.
J.
Pengelolaan
Kurikulum
Ideal Pengelolaan Kurikulum berada pada tingkat
pemerintah pusat dan daerah serta satuan pendidikan. Pada tingkat pusat dan
daerah memiliki kekuatan kendali yang
mumpuni dalam mempengaruhi implementasi kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
Satuan pendidikan mestinya telah memiliki kemampuan dan kemauan yang kuat dalam
mengembangkan dan menyusun kurikulum dengan pertinmbangan kondisi satuan
pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah. Pemerintah menyiapkan
semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman.
Namun kondisi saat ini masih terdapat
satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum. Masih
terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa
mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik dan apalagi
potensi daerah. Pemerintah hanya menyiapkan standar isi mata pelajaran. [KII]