Pengertian Emosi
Emosi dan perasaan adalah dua konsep yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara logis. Emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat pula disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam, Oleh karena itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan.
Menurut Crow & Crow (1958) Pengertian emosi adalah “ An emotion is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states inthe individual, and that shows self in his even behavior.” Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan, ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.
Karakteristik Perkembangan Emosi
Meningginya emosi disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak , ia kurang mempersiapkan diri menghadapi keadaan itu. Pola masa emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Perbedaan terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan berfikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan emosi tearah pada suatu objek. Demikia pula kemampuan mengingat dan menghapal mempengaruhi reaksi emosional. Denga demikian, remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia lebih muda.
Perkembangan kelenjer endoktrin semakin mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endoktrin yabg diperlukan untuk menopang reaksi fisikologis terhaap stres. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi, pembesarannya melambat pada usia 11 tahun sampai pada 15 tahun, dan membesarnya lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun, kelenjer tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar.
Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara, ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar dikelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab saat tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis.
Mengenai Kecerdasan Emosi Remaja
Masa remaja dikenal dengan masa strom and stress, yaitu terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Fase pubertas ini berkisar usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Pada fase itu, remaja mengalami peribahan dalam sistem kerja hormon dala tubuhnya dan hal ini memberi dampak pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis, terutama emosi. Kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya.
Mengingat pada masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipeengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebayadan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi, kecerdasan emosipnal menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat.
Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis.
Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cendrung banyak melamun dan sulit diterka maka, satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang p-enuh dengan rasa tanggung jawabmoral. Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya guru memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan orang bijaksana dsn lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa belum juga mereda, guru dapat minta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan.
Perlu disadari bahwa remaja dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orang tua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan agar saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal ini memicu terjadinya konflik dengan orang tua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orang tuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.
Siswa sekolah menengah pada umumnya banyak mengisi pikirannya dengan hal-hal baru dari pada tugas-tugas sekolah, misalnya masalah seks, konflik dengan orang tua, dan cita-cita hidupnya setelah ia tamat sekolah sering mendominasi pikiran dan perasaan para remaja.
Menurut Crow & Crow (1958) Pengertian emosi adalah “ An emotion is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states inthe individual, and that shows self in his even behavior.” Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan, ditandai oleh perubahan-perubahan fisik.
Karakteristik Perkembangan Emosi
Meningginya emosi disebabkan remaja berada dibawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak , ia kurang mempersiapkan diri menghadapi keadaan itu. Pola masa emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Perbedaan terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan berfikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan emosi tearah pada suatu objek. Demikia pula kemampuan mengingat dan menghapal mempengaruhi reaksi emosional. Denga demikian, remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia lebih muda.
Perkembangan kelenjer endoktrin semakin mematangkan perilaku emosional. Bayi secara relatif kekurangan produksi endoktrin yabg diperlukan untuk menopang reaksi fisikologis terhaap stres. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama pada emosi mengecil secara tajam segera setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar itu mulai membesar lagi, pembesarannya melambat pada usia 11 tahun sampai pada 15 tahun, dan membesarnya lebih pesat lagi sampai anak berusia 16 tahun, kelenjer tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Hanya sedikit adrenalin yang diproduksi dan dikeluarkan sampai saat kelenjar itu membesar.
Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara, ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar dikelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab saat tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis.
Mengenai Kecerdasan Emosi Remaja
Masa remaja dikenal dengan masa strom and stress, yaitu terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Fase pubertas ini berkisar usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun (Hurlock, 1992) dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Pada fase itu, remaja mengalami peribahan dalam sistem kerja hormon dala tubuhnya dan hal ini memberi dampak pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis, terutama emosi. Kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya.
Mengingat pada masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipeengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebayadan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi, kecerdasan emosipnal menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat.
Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi secara dinamis.
Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cendrung banyak melamun dan sulit diterka maka, satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang p-enuh dengan rasa tanggung jawabmoral. Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya guru memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan orang bijaksana dsn lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa belum juga mereda, guru dapat minta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan.
Perlu disadari bahwa remaja dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orang tua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan agar saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal ini memicu terjadinya konflik dengan orang tua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orang tuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.
Siswa sekolah menengah pada umumnya banyak mengisi pikirannya dengan hal-hal baru dari pada tugas-tugas sekolah, misalnya masalah seks, konflik dengan orang tua, dan cita-cita hidupnya setelah ia tamat sekolah sering mendominasi pikiran dan perasaan para remaja.